Soloraya
Senin, 3 September 2012 - 15:03 WIB

KRISIS AIR: Kekeringan Ancam 34.765 Warga Boyolali

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan

Warga di Kecamatan Musuk Boyolali mengambil air di sebuah gua di Musuk. (Farida Trisnaningtyas/JIBI/SOLOPOS)

BOYOLALI–Hingga awal September 2012 ini, tercatat sudah 51 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Boyolai mengalami krisis air bersih. Berdasarkan data yang diperoleh solopos.com dari PMI Kabupaten Boyolali, Senin (3/9/2012), dampak musim kemarau panjang itu kini mengancam 34.765 jiwa di sejumlah wilayah tersebut. Data itu bertambah dari data Agustus yang mengancam 31.976 jiwa. Namun sejauh ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali belum menetapkan status darurat bencana kekeringan.

Advertisement

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali, Hasannudin, menjelaskan saat ini pihaknya terus memantau perkembangan di lapangan. Salah satu indikator ditetapkannya status tanggap darurat jika perkembangan kekeringan semakin parah dan mulai berdampak pada kehidupan masyarakat.

“Penetapan status tanggap darurat jika kondisi di masyarakat sudah tidak memiliki kemampuan menangani kekeringan sendiri hingga menimbulkan korban atau munculnya penyakit akibat kekeringan. Namun untuk saat ini belum,” terang Hasannudin ketika dimintai konfirmasi wartawan, Senin.

Hasannudin mengakui telah menerima surat dari Gubernur Jateng, yang memperingatkan kewaspadaan atas bencana kekeringan. Menindaklanjuti hal itu, pihaknya telah melakukan antisipasi dengan berkoordinasi dengan seluruh instansi terkait dan pemangku kepentingan di wilayah itu.

Advertisement

“Kami juga meminta setiap kecamatan untuk mendata cakupan pasokan sumber air bersih dan daerah yang rawan. Untuk menangani persoalan kekeringan, dana APBD juga sudah disiapkan, di samping BPBD menggandeng instansi terkait seperti Bakorwil [Badan Koordinasi Wilayah] II Solo-Kedu, PDAM, PMI, serta pihak swasta untuk dropping air bersih,” jelasnya.

Sejauh ini, Hasannudin menyatakan kebutuhan bantuan air bersih masih dapat dicukupi dengan dana APBD murni.

“Tapi kami tetap memantau. Jika memang diperlukan, maka Bupati siap memberikan pernyataan tanggap darurat bencana kekeringan,” tegasnya.

Advertisement

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Syamsudin menegaskan pihaknya tidak merekomendasikan penggunaan air sungai untuk keperluan warga sehari-hari, khususnya untuk memasak dan minum. Meskipun sejumlah wilayah di Kota Susu mulai mengalami kekurangan air bersih, dinas tersebut mengimbau warga membeli dan menggunakan air mineral jika membutuhkan air untuk konsumsi.

Ditambahkan dia, jika warga menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari, semestinya dilakukan filtrasi atau penyaringan untuk mengantisipasi masuknya kuman dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi.

“Namun kami [Dinkes] tetap tidak merekomendasikan penggunaan air sungai untuk keperluan memasak ataupun minum. Lebih baik jika warga menggunakan air mineral, atau setidaknya air isi ulang, namun tetap harus dimasak untuk mencegah masuknya bakteri e-coli ke dalam makanan atau minuman,” tegas Syamsudin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif