Soloraya
Selasa, 28 Agustus 2012 - 10:44 WIB

KEKERINGAN: Sulit Dapatkan Air, Petani Beralih Tanam Jagung

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kebun jagung (Septhia Ryanthie/JIBI/Solopos)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

BOYOLALI – Musim kemarau membuat petani di wilayah Kecamatan Mojosongo, Boyolali, yang sawahnya sulit mendapat irigasi beralih menanam jagung.
Advertisement

Hal tersebut diungkapkan Paimin, 43, petani asal Desa Mudal, Mojosongo kepada Solopos.com. “Karena musim kemarau, di sini airnya susah, makanya saya beralih dari menanam padi ke jagung. Kalau jagung kan tidak banyak membutuhkan air seperti padi,” katanya. Menurutnya sawahnya hanya bias mendapatkan air irigasi 20 hari sekali, itu pun dibatasi hanya empat jam. Walaupun pengairannya belum merata, jika waktu habis air irigasi disetop.

Menurutnya selain mengandalkan irigasi, sawahnya bisa dialiri air menggunakan diesel, dengan mengambil air sungai dekat sawahnya. Namun karena sawah tersebut merupakan sawah orang lain, yang hasil panen di bagi dua, maka dia urung untuk menggunakan diesel. Menurutnya rugi jika menggunakan diesel, karena biayanya mahal. Sekali menggunakan diesel, Paimin harus mengeluarkan uang Rp40.000. lebih lanjut Pimin mengungkapkan enggan menanam kacang karena ancaman hama tikus. Walaupun sebenarnya kacang lebih membutuhkan sedikit air jika dibandingkan jagung.

Parmo Suwito, 60, petani dari Desa Metuk, Mojosongo mengungkapkan hal yang sama. Sawahnya sulit mendapatkan air irigasi, untuk itu dia menanam jagung. “Di sini irigasinya agak susah, makanya saya membendung sungai, kalau airnya sudah banyak nanti saya sedot pakai diesel, tapi ini tadi tumben air irigasinya mengalir, jadi saya pakai air irigasi ini dulu,” ungkapnya. Lebih lanjut dia mengungkapkan jika nanti tanaman jagungnya tidak tumbuh dengan baik, rencananya akan di jual ke tengkulak dengan sistem ijon.

Advertisement

Sumadi, 55, petani yang lain mengungkapkan bahwa di tempatnya penanaman jagung sudah disepakati oleh kelompok tani. Menurutnya Dinas Pertanian yang mengarahkan mereka untuk menanam jagung. Untuk itu, bibit jagungnya nanti di subsidi dari pemerintah, namun untuk pupuk petani membeli sendiri. Hal ini dilakukan karena jatah air irigasi yang sedikit sehingga tidak mencukupi jika digunakan untuk menanam padi. “Kalau sawahnya digunakan sebagai percontohan, bibit dan pupuk di subsidi, tapi karena sawah saya tidak dipakai untuk perconrohan, jadi saya hanya dapat subsidi bibitnya.”

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif