Lifestyle
Senin, 13 Agustus 2012 - 09:01 WIB

Bahan Tak Dicantumkan, Usaha Tetap Jalan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sudah setahun ini, Yamtini (bukan nama sebenarnya) tak lagi memproduksi kerupuk karak. Warga asli Wonogiri ini rupanya waswas atas serangkaian razia makanan yang mengandung bahan pengawet membahayakan saat itu. “Padahal, kalau bikin karak kan pasti pakai bleng,” akunya saat berbincang dengan Espos di rumah kontrakannya di kawasan Baron, Laweyan, Solo, akhir pekan lalu.

Bleng merupakan bahan pengawet kerupuk karak yang dilarang lantaran terbukti mengandung boraks. Yamtini pun banting setir. Di rumah yang ia sewa Rp5 juta/tahun itu, ia membikin makanan ringan stik bawang dan cumi-cumi. Makanan itu, ia olah sendiri, digoreng dan dikemas lalu dititipkan di angkringan-angkringan dengan sepeda motor bebeknya. “Sore hari, saya keliling menitipkan makanan di hiks-hiks. Saat ini, sudah ada 240-an hiks yang menjadi langganan saya,” katanya.

Advertisement

Ketika petugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo meninjau proses pembuatan makanannya, ibu yang telah menjanda ini pun mempersilakannya. Kala itu, petugas memang tak menemukan adanya bahan-bahan pengawet berbahaya, seperti boraks, formalin, zat pewarna tekstil, atau parafin dalam masakan itu. Yamtini hanya disarankan untuk melengkapi perizinan usahanya serta mencantumkan komposisi bahan makanan dalam kemasannya. “Ini sekaligus bentuk tanggung jawab kepada konsumen bahwa makanan ibu benar-benar higienis,” demikian pesan Tuti Budi Rahayu, anggota BPSK Solo.

Sama dengan perizinan, pencantuman komposisi kandungan makanan dalam kemasan juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam industri makanan. Selain memberi rasa nyaman kepada konsumen, langkah itu juga bisa mempermudah pemantauan di lapangan. “Dalam usaha kelas rumah tangga, banyak sekali usaha yang tak mencantumkan kandungan bahannya itu. Apalagi perizinannya,” kata Tuti.

Beberapa waktu lalu, BPSK menemukan makanan cumi-cumi yang diduga kuat mengandung parafin. Indikasinya, ketika makanan itu disulut api, tiba-tiba menyala hebat dan mengeluarkan bau menyerupai plastik. “Nah, untuk kasus seperti itu kan kami susah menindaknya. Tak jelas alamat pembuatnya dan apa saja komposisi kandungan makanannya,” terangnya.

Advertisement

Meski membahayakan, siapa yang bisa menghalau peredarannya di masyarakat. Hingga kini pun makanan tersebut tetap beredar luas di masyarakat. Konsumen hanya bisa merasakan tanpa tahu siapa pembuatnya dan apa saja bahan-bahannya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif