Kolom
Sabtu, 21 Juli 2012 - 08:02 WIB

Teknologi Membunuh Demokrasi

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aprinus Salam, Dosen Pascasarjana FIB UGM

Aprinus Salam, Dosen Pascasarjana FIB UGM

Perkembangan ilmu dan teknologi memperlihatkan bahwa teknologi bisa berbuat apa saja. Akhirnya, penggunaan teknologi bergantung bagaimana tujuan dan kepentingan manusia dalam memanfaatkan teknologi. Berdasarkan kenyataan itu, teknologi seharusnya sangat berpeluang membangun demokrasi. Hal itu dapat diketahui bagaimana teknologi secara luas memberi informasi dan pemahaman bahwa hidup ini merupakan pilihan yang sangat beragam dan kita berhak memilih.

Advertisement

Persoalannya adalah bahwa dalam beberapa hal, pemanfaatan dan pengelolaan teknologi membutuhan biaya dan pengetahuan tinggi sehingga hanya kalangan tertentu yang bisa memanfaatkan dan mengelola teknologi. Misalnya saja dalam pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi media. Hal ini pula yang menyebabkan teknologi bisa membunuh demokrasi.

Di Indonesia (juga di sebagian besar tempat lain), pengelolaan teknologi informasi dan media di-back up  oleh pendana besar (pengusaha) atau pemerintah (lebih khusus lagi penguasa berwenang). Itu artinya pengelolaan teknologi informasi dan media hampir dapat dipastikan dalam kepentingan bisnis atau penguasa. Juga adanya kongkalikong antara pengusaha dan penguasa, kita tahu sudah menjadi rahasia umum.

Advertisement

Di Indonesia (juga di sebagian besar tempat lain), pengelolaan teknologi informasi dan media di-back up  oleh pendana besar (pengusaha) atau pemerintah (lebih khusus lagi penguasa berwenang). Itu artinya pengelolaan teknologi informasi dan media hampir dapat dipastikan dalam kepentingan bisnis atau penguasa. Juga adanya kongkalikong antara pengusaha dan penguasa, kita tahu sudah menjadi rahasia umum.

 

Menjadi Alat

Advertisement

Hampir boleh dikata tidak ada institusi tekologi informasi dan media yang independen. Bahkan institusi teknologi informasi dan media yang mengatasnamakan rakyat/masyarakat pun masih menggantungkan sumber dananya dari kalangan tertentu. Teknologi berita juga tidak bisa membebaskan dirinya dari berbagai kepentingan.

Berdasarkan kenyataaan tersebut, kembali ke persoalan semula, bahwa teknologi secara teoretis berpeluang besar membangun demokrasi sejauh teknologi dikelola untuk membangun kesadaran bersama terhadap berbagai pilihan hidup yang seharusnya dapat dipilih secara bebas.

Akan tetapi, hampir dapat dipastikan bahwa dalam praktiknya teknologi justru membunuh terhadap peluang-peluang pilihan itu sendiri. Teknologi justru meniadakan peluang pilihan bebas dalam menjalani kehidupan karena kehidupan akhirnya serba diatur oleh teknologi dan berbagai informasi yang menjadi muatannya.

Advertisement

Paling tidak, belum terdapat bukti yang cukup signifikan bahwa teknologi informasi dan media telah dengan sukses membangun demokrasi. Memang ada indikasi bahwa proses demokrasi telah cukup berjalan di Indonesia. Akan tetapi, hal itu terjadi justru karena proses pembelajaran secara internal di tingkat masyarakat. Warisan nilai-nilai gotong-royong dan tepa selira lebih membantu proses internal demokratisasi.  Dalam keterbatasannya, masyarakat memiliki kearifan tersendiri bagaimana berdemokrasi.

 

Bermata Ganda

Advertisement

Di beberapa negara maju, terutama Amerika, memang teknologi informasi dan media berhasil membangun sebagian besar proses demokrasi. Akan tetapi, yang menghancurkan proses demokrasi di Amerika juga berdasarkan kekuatan teknologi itu sendiri yang disalahgunakan oleh pihak penguasa. Dalam skala internasional, Amerika dan sekutunya bahkan menghancurkan demokrasi internasional karena memanfaatkan demokrasi untuk keperluan Amerika dengan mengabaikan nilai-nilai demokrasi universal.

Salah satu hal utama lain dimensi teknologi adalah teknologi cyber. Teknologi cyber membuka peluang demokratisasi. Akan tetapi, justru karena setiap orang memiliki peluang tak terbatas yang disediakan oleh teknologi cyber, yang terjadi adalah kekacauan. Pertarungan dan tontonan kebebasan telah diperlihatkan oleh teknologi cyber sehingga yang terjadi adalah perang kebebasan itu sendiri yang berujung pada kemacetan demokrasi.

Dengan demikian, teknologi selalu bermata pisau bermata ganda. Di satu pihak memiliki kemampuan dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan demokrasi, tetapi di sisi lain justru sangat berpeluang membunuh demokrasi. Sejauh ini di Indonesia yang terjadi adalah pembunuhan terhadap demokrasi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif