News
Jumat, 13 Juli 2012 - 20:27 WIB

PILKADA DKI: Seharusnya Jokowi-Ahok Menang Satu Putaran?

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama, calon Wakil Gubernur DKI yang merupakan pasangan Cagub Joko Widodo, menunjukkan jari yang sudah dibasahi tinta bersama istrinya, Veronica, seusai memilih dalam Pilkada DKI Rabu lalu. Kemungkinan adanya Pilkada putaran II digugat oleh tiga warga Jakarta melalui permohonan uji materi UU mengenai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Basuki Tjahaja Purnama, calon Wakil Gubernur DKI yang merupakan pasangan Cagub Joko Widodo, menunjukkan jari yang sudah dibasahi tinta bersama istrinya, Veronica, seusai memilih dalam Pilkada DKI Rabu lalu. Kemungkinan adanya Pilkada putaran II digugat oleh tiga warga Jakarta melalui permohonan uji materi UU mengenai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA — Gugatan tiga warga DKI Jakarta terhadap rencana pemilihan kepala daerah dua putaran membuka mata bahwa bukan faktor efisiensi anggaran saja, melainkan ada tumpang tindih dalam memakai referensi undang-undang penyelenggaraan pemilihan.
Advertisement

Dalam Pilkada 2012, KPU DKI Jakarta memakai referensi UU No 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pasal 11 ayat 2 apabila dalam Pilkada tak ada calon gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50%, digelar Pilkada putaran kedua dengan diikuti kontestan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua. Padahal ada ketetentuan terbaru yang mengatur soal pemenang Pilkada, yakni UU No 12/2008 tentang Pemerintah Daerah. Dalam pasal 107 Ayat 2 mengatur jika dalam Pilkada tak ada calon yang meraup suara lebih 50%, penentuan dilakukan dengan mengambil calon yang mendapat suara lebih 30%.

Kemudian yang dinyatakan terpilih adalah calon yang meraup suara terbanyak di antara calon-calon yang memperoleh suara di atas 30% tersebut. Alasan tersebut yang mendorong tiga warga Jakarta mengajukan gugatan. Ketiga warga yang mengajukan gugatan adalah Abdul Havid Permana (Cipinang Asem, Jakarta Timur), M Huda (Rawamangun, Jakarta Timur), dan Satrio Fauzia Damardji (Cilandak, Jakarta Selatan).

Menurut mereka, Pemilu dua putaran hanya akan menghamburkan anggaran pemerintah daerah. Oleh karena itu mereka mengajukan uji materiil UU 29/2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibukota. Kuasa hukum pemohon M Sholeh mengatakan pelaksanaan pilkada dua kali dinilai melanggar pasal 24A ayat 1, pasal 27 ayat 1 pasal 28D ayat 1, pasal 281 ayat 2 UUD 1945. Menurutnya, ada konspirasi jahat dalam Pemilu dua putaran karena belum ada penetapan KPU.

Advertisement

Padahal UU Pemprov DKI Jakarta hanya mengatur tata kelola pemerintah daerah. “Tapi, diselipkan di dalamnya tentang aturan keterpilihan kepala daerah. Ayat inilah yang kami gugat,” ujarnya dalam dialog di salah satu televisi swasta, sore ini. Selain itu, lanjutnya, akan ada pemborosan anggaran apabila Pilkada dilakukan dua putaran, karena akan menelan dana sekitar Rp200 miliar.

Sholeh mengklaim tak ada kepentingan politis di balik gugatan ini. “Bahwa nanti ada yang menyusul, silahkan. Saya yakin nanti pihak Jokowi ada yang mengajukan, baik tim atau atas nama warga. Seharusnya juga mereka tidak malu-malu menggugatnya,” tegasnya. Berdasarkan perhitungan cepat sejumlah lembaga survei, kubu Jokowi-Ahok berada di peringkat pertama dengan perolehan suara 43%–45%, sedangkan kubu Foke-Nara berada di posisi kedua dengan suara 32%–33%.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif