Angkringan
Minggu, 8 Juli 2012 - 09:04 WIB

ANGKRINGAN: Negeri Uthak Uthak Ugel

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wis..wiss..bukannya makin bener makin rusak saja negara ini,” keluh Pak Dhe Harjo sesaat setelah selesai membaca sebuah berita di Harian Jogja. Sambil menghela napas panjang, diletakannya koran itu.

“Ada apa Dhe? Kayaknya habis baca berita kok berat amat pikiran sampeyan,” ujar Noyo menyambut keluhan pemilik angkringan tersebut.

Advertisement

Suasana Jogja malam itu benar-benar dingin. Maklum Juli adalah musim bediding. Noyo dan Suto yang sudah sejam lebih duduk di angkringan Pak Dhe Harjo merapat duduk dekat tungku api untuk mengurangi dingin.

“Ya bagaimana tidak bingung. Koruptor kok semakin kurang ajar. Bukan hanya dana pembangunan jalan yang disikat. Ini pengadaan kitab suci Alquran juga diembat. Lha, apa gak kebangetan,” lanjut Pak Dhe Harjo setelah mereguk teh jahe yang dia buat untuk dirinya sendiri.

Advertisement

“Ya bagaimana tidak bingung. Koruptor kok semakin kurang ajar. Bukan hanya dana pembangunan jalan yang disikat. Ini pengadaan kitab suci Alquran juga diembat. Lha, apa gak kebangetan,” lanjut Pak Dhe Harjo setelah mereguk teh jahe yang dia buat untuk dirinya sendiri.

“Namanya juga maling Dhe. Gak berduli duit apa ada kesempatan yang dicolong,” Suto kali ini yang berkomentar.

“Tetapi kalau sampai duit pengadaan Alquran yang dikorup ki yo kebangetan tenan je Kang,” Noyo menyambung. Jahe panas tinggal separuh dia tenggak lagi.

Advertisement

“Serakah yang keterlaluan.Ya begitulah para Uthak Uthak Ugel,” dengan suara pelan namun tekanan yang berat Pak Dhe Harjo kembali bersuara.

Uthak Uthak Ugel itu siapa lagi?” Bukan Noyo atau Suto yang bertanya. Tetapi seorang anak muda yang malam itu ikut nongkrong di angkringan tersebut. Dari penampilannya anak berumur di bawah 20 tahun itu adalah seorang mahasiswa.

“Kamu tidak tahu siapa Uthak Uthak Ugel?” tanya Pak Dhe Harjo yang hanya dijawab dengan gelengan kepala anak muda bernama Boy itu.

Advertisement

“Wah..ya gini. Anak-anak sekarang tidak pernah mendapat dongeng. Jadi gak paham siapa itu Uthak Uthak Ugel. Padahal itu dongeng yang mengajarkan agar orang tidak serakah. Kamu generasi tanpa dongeng. Tahunya playstation atau musik-musik negeri orang.” Si Boy hanya tersenyum kecil mendengar perkataan Pak Dhe Harjo itu.

Uthak Uthak Ugel itu tokoh dalam dongeng. Dulu waktu anak-anakku masih kecil suka aku dongengkan cerita itu,” perkataan Pak Dhe Harjo terhenti sejenak karena Noyo meminta dibuatkan Jahe lagi. Setelah duduk dia kembali melanjutkan ceritanya.

Uthak Uthak Ugel pergi bersama teman-temannya untuk mencari buah elo. Namun hanya Uthak Uthak Ugel yang bisa memanjat. Sementara teman-temannya hanya menunggu di bawah. Teman-temannya meminta agar diberi buah elo. Namun dengan serakah Uthak Uthak Ugel tak mau membagi. Semua dimakan dengan serakah. Hingga akhirnya perutnya meledak karena kebanyakan buah elo. Begitu kisah singkat Uthak Uthak Ugel,” tutur orang tua itu. Sementara anak muda itu hanya manggut-manggut. Sementara Noyo dan Suto tersenyum mengingat kisah yang sering mereka dengar ketika waktu kecil itu.

Advertisement

“Dan Uthak Uthak Ugel itu sekarang banyak di negeri ini. Bukan buah elo yang dia makan. Tetapi duit rakyat, tanah rakyat, pohon rakyat, hidup rakyat. Persis Uthak Uthak Ugel?” Noyo menyambung kisah Pak Dhe Harjo.

“Apa kira-kira para Uthak Uthak Ugel berdasi itu juga akan mbledos perutnya ya Dhe?” tanya Suto.

Tak ada yang menjawab pertanyaan itu. Semua orang yang ada di angkringan terdiam. Malam semakin dingin dan sepi.

Amiruddin Z

Wartawan Harian Jogja

Advertisement
Kata Kunci : Angkringan Negeri Noyo Suto
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif