Angkringan
Minggu, 24 Juni 2012 - 13:16 WIB

ANGKRINGAN: Jangan Cederai Hidupmu dengan Kedurhakaan

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ndhak lama lagi kok sudah memasuki Bulan Puasa ya, Mas Noyo…Kayaknya waktu begitu cepat berlalu…Padahal, rasanya belum lama mbelikan baju baru untuk si Ganyong, eh sudah harus mbelikan lagi bentar lagi…” untaian kata tiba-tiba mengalir dari bibir Dadap sambil sesekali nyeruput teh nasgithel di depannya.

“Lha kok sama, Dap…takinget-inget belum lama ngajak si thole sowan ke dalem-nya Simbahnya, eeh.. sekarang berarti harus siap-siap ngurus tiket untuk ngajak sowan lagi toh.. Ritual tahunan…” sahut Noyo menanggapi sahabatnya itu.

Advertisement

“Setiap tahun harus sowan, pa Mas…repot juga ya kalau punya orangtua jauh seperti sampeyan gini ini…Kalau saya, pilih tidak sowan tiap tahun Mas…berat di ongkos je..” balas Dadap sambil ngunyah pisang goreng anget.

Wah, bagi saya, itu wajib, Dap…Apalagi memang sangat dianjurkan oleh agama bahwa kita harus sering melaksanakan silaturrahim itu kan…Aku sempat nyesal lho ketika Bapak seda, rasanya belum sempat sering sowan di saat beliau masih sugeng.. Sekarang karena masih ada Ibu ya aku usahakan untuk sering sowan…Harus dipaksakan untuk melakukannya, Dap…” ungkap Noyo yang menjadikan sobat karibnya itu manggut-manggut.

Advertisement

Wah, bagi saya, itu wajib, Dap…Apalagi memang sangat dianjurkan oleh agama bahwa kita harus sering melaksanakan silaturrahim itu kan…Aku sempat nyesal lho ketika Bapak seda, rasanya belum sempat sering sowan di saat beliau masih sugeng.. Sekarang karena masih ada Ibu ya aku usahakan untuk sering sowan…Harus dipaksakan untuk melakukannya, Dap…” ungkap Noyo yang menjadikan sobat karibnya itu manggut-manggut.

“Hebat Mas…kalo si Uwi, teman saya, malah berbeda 180 derajat dari sampeyan.. Dia itu sungguh terlalu lho, menurut saya…Mosok dia itu hidupnya sudah kecukupan lha kok tega-teganya mengkaryakan si-Mbok-nya untuk ngemis…Mau nemui kejadian apa hidupnya nanti…” ujar Dadap setengah berbisik.

“Ayoo.. Sedang ngrasani siapa ini…Ngrasani aku ya hahaha..” ujar Suto yang tiba-tiba sudah berada di belakang keduanya, sambil men-cablek pundak Dadap.

Advertisement

“Memangnya dia masih memperlakukan ibunya seperti itu ya.. Kok ndhak punya malu dan mana baktinya sebagai anak.. jaan heran aku..” balas Suto sambil mengudak kopi jahe, minuman kegemarannya.

“Apa ta yang dilakukan si Uwi terhadap ibunya.. aku kok ndhak pernah denger cerita lengkapnya.. Si Uwi ini orang mana,” tanya Noyo dengan nada serius.

“Oh iya, sampeyan mestinya ndhak kenal, Mas.. Dia itu dulu teman sekolah saya, aslinya mBantul.. Sekolahnya sih biasa saja, ndhak pinter-pinter amat.. Tapi kalau pegang uang gemi, saking gemi-nya, dia jadi cethil banget.. Setelah dewasa, dia berjualan serabutan dan cukup berhasil lho…Punya mobil segala kok, ndhak ketang mobil pikap gitu,” tutur Dadap menjelaskan.

Advertisement

“Lalu, maksudnya meng-karya-kan ibunya tadi apa,” tanya Noyo tambah penasaran.

“Beberapa tahun lalu, bapaknya si Uwi itu meninggal dunia…Lha karena merasa kehilangan yang sangat atau bagaimana, ibunya itu jadi owah, sering ngomong sendiri, kadang diam seharian.. Memang, swargi bapaknya itu orangnya open, malah dapat dikata yang ngrumat ibunya itu ya bapaknya Uwi itu…Pokoknya, sepeninggal bapaknya, si Uwi jadi bertambahlah urusannya, karena harus mengurus ibunya itu..” lanjut Dadap.

Lha kan sudah menjadi kewajibannya sebagai anak kan,” sela Noyo.

Advertisement

Ngko sik ta, Yo, biar dirampungkan cerita si Dadap. Aku sudah pernah diceritani sama dia…Nek rumangsaku, si Uwi itu sudah durhaka…” ujar Suto setengah ngunandika.

Noyo semakin bingung dengan cerita dan komentar kedua rekan panggedebusannya tersebut. Tapi dia memilih diam umtuk menyimak kelanjutan cerita mereka tentang si Uwi.

“Lha itu, Mas Noyo…si Uwi itu lama-lama merasa seperti kebebanan gitu.. Lha kok kemudian ngambil jalan yang konyol…Ibunya itu tiap pagi disuru berdandan aneh, dengan pupur dan gincu tebal, lalu diantar pakai mobilnya ke Malioboro, di-drop di salah satu pinggiran toko disuruh ngemis sepanjang hari.. Sorenya, dijemput pulang… Begitu sehari-harinya.. Itu kan keterlaluan..” papar Dadap.

“Astaghfirullaah.. Tega benar itu orang ya.. Lha kamu ndhak berusaha ngasih tahu si Uwi itu Dap.. Jangan-jangan dia itu ndhak tau bahwa perbuatan seperti itu jelas dosa.. Bener kata Kang Suto tadi, itu durhaka..” ujar Noyo menegaskan.

“Halah, tidak sedikit yang mengingatkan, Kang.. Tapi, si Uwi itu memang agamanya dhuit.. Jadinya ya ndhak kenal apa itu dosa.. apa itu durhaka.. Embuh lah..” ucap Dadap dengan suara lirih.

Tak ayal cerita Dadap itu membuat shock Noyo, sehingga tak mampu berkata-kata lagi. Ketiganya pun terdiam seribu basa.

Ahmad Djauhar

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif