Entertainment
Jumat, 15 Juni 2012 - 14:49 WIB

PENTAS MUSIK ISI: Perkusi Masih Saja Ritmis

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JOGLO PERCUSSION- Penampilan Joglo Percussion Jurusan Etnomusikologi, menghibur penonton pada acara pentas Musik Masih Koma #3 di Gedung F Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Kamis (14/6/2012) malam. (Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS)

JOGLO PERCUSSION- Penampilan Joglo Percussion Jurusan Etnomusikologi, menghibur penonton pada acara pentas Musik Masih Koma #3 di Gedung F Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Kamis (14/6/2012) malam. (Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS)

Hentakan jimbe yang rampak tampak memenuhi pentas ‘Musik Masih Koma #3’ di Gedung F Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Kamis (14/6/2012) malam. Alat musik perkusif satu ini memang sering dibawakan dengan tempo yang rapat dan keras.

Advertisement

Sejumlah kelompok yang tampil dalam pentas besutan Jurusan Etnomusikologi ini pun mempunyai kecenderungan serupa. Perkusi masih diperlakukan sebatas ritmis. “Alat perkusi seperti jimbe harusnya bisa dicari celah baru. Mana yang bisa diadopsi,” tutur komposer kawakan, Rudi Sulistanto, yang malam itu di-dhapuk sebagai pembicara.

Menurut kolega almarhum I Wayan Sadra ini, permainan jimbe tidak harus rampak dan keras. Jimbe, imbuhnya, bisa dieksplor sedetail mungkin untuk menghasilkan nada-nada melodis. “Bagaimana membuat jimbe memiliki jalinan melodis, bukan hanya ritmis. Jangan sampai terbawa arus,” pesannya.

Malam itu, pentas musik alternatif tersebut menyuguhkan penampilan Joglo Percussion, Wayan S dan Allegro. Allegro membuka malam dengan permainan perkusi yang terinspirasi Tari Gambyong. Alhasil, kesyahduan khas tari Jawa menyelimuti garapan musik Allegro. Sementara Wayan S memajukan konsep Madu Rasa dalam musiknya. Konsep tersebut diterjemahkan lewat perpaduan instrumen gamelan Jawa dan Bali.

Advertisement

Sajian terakhir datang dari Joglo Percussion. Membawakan repertoar Mangga, Panji dkk mengentak panggung dengan permainan perkusi seperti jimbe, kendang dan tom-tom. Temponya naik turun, sesuai iklim sosial politik Indonesia yang menjadi inspirasi mereka. Sesekali sayatan gitar mengalun lirih memecah kebisingan.

“Kami berusaha menghadirkan carut marut negara dalam musik ini. Judul Mangga dipilih agar penikmat bebas menginterpretasikan dan menilai karya kami,” ujar sang basis, Panji.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif