Entertainment
Kamis, 14 Juni 2012 - 09:44 WIB

Refleksi Kegelisahan Bangsa Dalam Sapuan Kanvas

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pengunjung melintas di depan lukisan yang dipamerkan di Bentara Budaya, Rabu (13/6) (JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto)

Seorang pengunjung melintas di depan lukisan yang dipamerkan di Bentara Budaya, Rabu (13/6) (JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto)

Kondisi bangsa Indonesia yang masih morat marit, dibuktikan dengan buruknya kepimpinan ketimpangan hukum dan kesenjangan ekonomi mengundang keprihatinan sejumlah pihak.

Advertisement

Tak terkecuali para pelukis yang tergabung dalam kelompok Greget, alumni angkatan 95 Jurusan Seni Lukis Institut Seni Indonesia (ISI).

Kelompok yang memiliki anggota dari Sabang sampai Merauke ini menumpahkan kegelisahan bangsa Indonesia melalui sapuan kanvas. Karya mereka tersaji dalam pameran bertajuk Tanah Air Pusaka di Bentara Budaya, Jogja, Selasa-Rabu (12-20/6).

Sedikitnya 30 lukisan dari berbagai aliran milik 24 peserta dipampang dalam pameran. Sesuai dengan tema yang diusung, mayoritas lukisan menceritakan tentang morat maritnya kondisi bangsa Indonesia. Di sisi bagian barat dinding pameran, misalnya, sebuah lukisan berjudul Akulah Pendukungmu karya Muhammad Yusuf terlihat menggelitik dan menyedot perhatian sejumlah pengunjung.

Advertisement

Dalam dua kanvas yang masing-masing berukuran 52 cm x 72 cm itu tampak dua sosok lelaki dan perempuan yang dilukis setengah badan layaknya foto KTP. Dua sosok itu tidak berwajah. Tangan kiri sosok laki-laki menenteng ketela, sedangkan tangan kanannya menenteng senapan laras panjang namun bagian ujungnya berbentuk cangkul. Sedangkan sosok perempuan, di tangan kanannya menenteng alat mirip garpu dan kirinya juga menenteng senapan laras panjang namun di bagian ujung berbentuk palu.

Kepada Harian Jogja, kemarin (13/6), Ucup sapaan Muhamad Yusuf, membeberkan lukisan menggambarkan para buruh yang bekerja di ladang. Lukisan itu terinspirasi dari foto presiden dan wakil presiden yang biasanya terpampang di sekolah dan rumah. “Terutama pada masa rezim orde baru. Meski presiden telah berganti, terkadang foto presiden lama masih saja dipajang,” ungkapnya.

Hadirnya dua lukisan itu, seolah ingin pahlawan Indonesia bukanlah presiden dan wakil presiden, tapi buruh. Mereka telah berjasa menyediakan bahan makanan kepada rakat Indonesia. “Bayangkan saja tanpa mereka yang bekerja di ladang, kita akan kelaparan. Kalau presiden dan wakil presiden, mereka bekerja atau tidak tetap sama saja,” beber Ucup.

Advertisement

Tak kalah menggelitik adalah lukisan yang berwujud lelaki berbadan tegap berdiri di atas siput. Disekelilingnya terdapat ratusan orang yang meneriakinya. Sebagian membawa toa, sebagian lagi adalah perempuan cantik yang menggunakan pakaian seksi. Lukisan yang menggunakan median aklirik itu berjudul The Leader karya Andi Sules.

“Lukisan ini menggambarkan dinamisnya kondisi bangsa Indonesia harus disertai dengan pemimpin cekatan yang mau mendengar aspirasi rakyat. Namun sayangnya kita tidak memiliki sosok pemimpin ideal itu,” tegas Andi Sules.

Kendati tema yang diusung menceritakan kondisi bangsa Indonesia, namun sejumlah seniman memperlihatkan karya yang bertolak belakang. Beberapa diantaranya justru menyuguhkan lukiaan kerusakan alam dan sebagainya.

Dalam pameran yang berlangsung selama sepekan ini juga ditampilan lukisan karya dua seniman yang telah meninggal, Alit Sembodo dan Febri Antoni. Mereka meninggal karena bunuh diri. “Kebetulan almarhum merupakan anggota dari kelompok Greget dan beberapa karyanya masih tersimpan. Karena memiliki benang merah dengan tema pameran ini, akhirnya kami ikusertakan dalam pameran ini,” terang Andi.

Advertisement
Kata Kunci : Lukisan Pameran
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif