Kolom
Rabu, 13 Juni 2012 - 11:45 WIB

Mendukung BPSK dalam Ketidakpastian

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anton A Setyawan, Kepala Pusat Studi Penelitian Pengembangan Manajemen dan Bisnis (PPMB) Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (FOTO/Istimewa)

Anton A Setyawan, Kepala Pusat Studi Penelitian Pengembangan Manajemen dan Bisnis (PPMB) Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (FOTO/Istimewa)

Masyarakat Solo mempunyai banyak harapan pada saat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) didirikan di kota ini. Lembaga ini sangat strategis mengingat kasus sengketa konsumen dengan perusahaan yang disebabkan konsumen dirugikan oleh kebijakan perusahaan bisa diselesaikan dengan cara yang lebih praktis dan cepat.

Advertisement

Namun demikian, perkembangan lembaga ini ternyata memprihatinkan. Alih-alih mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, BPSK ternyata harus bekerja dengan berbagai keterbatasan, sampai akhirnya harus menghentikan kegiatannya. Pada Rabu (6/6), lembaga ini memutuskan untuk membubarkan diri.

Penghentian aktivitas BPSK dimulai dari pengunduran diri pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di lembaga tersebut. Hal ini menyebabkan kelumpuhan aktivitas lembaga dalam menerima pengaduan dari konsumen. Pukulan kedua yang harus diterima BPSK adalah fakta bahwa dana operasional yang diajukan sebesar Rp700 juta untuk kegiatan pada 2012 hanya disetujui Rp 200 juta dan sampai sekarang tidak kunjung cair.

Advertisement

Penghentian aktivitas BPSK dimulai dari pengunduran diri pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di lembaga tersebut. Hal ini menyebabkan kelumpuhan aktivitas lembaga dalam menerima pengaduan dari konsumen. Pukulan kedua yang harus diterima BPSK adalah fakta bahwa dana operasional yang diajukan sebesar Rp700 juta untuk kegiatan pada 2012 hanya disetujui Rp 200 juta dan sampai sekarang tidak kunjung cair.

Akibatnya lembaga ini mempunyai utang sebesar Rp100 juta. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo tidak berani mencairkan dana operasional BPSK karena dianggap berlawanan dengan Permendagri No 32/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Dana Hibah dan Bantuan Sosial.  Secara ringkas, jika tidak ada perhatian dari masyarakat dan pemerintah, masa depan BPSK Kota Solo suram dan bukan tidak mungkin lembaga ini benar-benar bubar secara de jure dan de facto.

Nasib BPSK yang di ujung tanduk ini menunjukkan ketidakpedulian Pemkot dan DPRD Kota Solo pada kepentingan konsumen di kota ini. Padahal kepentingan konsumen sama dengan masyarakat. Perkembangan industri memang memberikan banyak pilihan bagi konsumen untuk menentukan produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Advertisement

Namun demikian, dalam faktanya ada kondisi asimetris informasi tentang produk dan pasar antara produsen dan konsumen. Dalam kondisi asimetris informasi ini, konsumen berada dalam posisi yang lemah. Pada kondisi seperti inilah peran BPSK sangat penting dalam melindungi kepentingan konsumen.

Kepentingan Konsumen

BPSK adalah salah satu bentuk kebangkitan konsumerisme di Indonesia. Konsumerisme sering didefinisikan secara salah oleh masyarakat maupun media massa di Indonesia. Konsumerisme dianggap sama dengan konsumtivisime, yaitu aktivitas konsumsi tanpa dilandasi pertimbangan kebutuhan namun hanya keinginan.

Advertisement

Definisi yang benar dari konsumerisme adalah gerakan terorganisasi dari masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat hak dan kekuatan konsumen/pembeli dalam melakukan transaksi dengan produsen/penjual (Kotler, 2000). McIlheny (1990) mempunyai definisi lain dari konsumerisme yaitu gerakan masyarakat menuntut produsen agar lebih memperhatikan implikasi sosial, lingkungan dan politis dari sebuah produk.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008, terbitan Departemen Pendidikan Nasional (kini Kementerian Pendidikan Nasional) mendefinisikan konsumerisme sebagai gerakan atau kebijakan untuk melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan.

Menurut Assael (1998), konsumen mempunyai lima jenis hak, yaitu hak atas keamanan (mengonsumsi produk), hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengarkan dan hak untuk menjadi minoritas tanpa dirugikan. Kelima hak konsumen ini sudah selayaknya diperhatikan oleh produsen pada saat mendesain, memproduksi dan memasarkan sebuah produk.

Advertisement

Pertanyaannya, sejauh mana produsen di Indonesia, baik produk lokal maupun impor,  memperhatikan hak-hak konsumen? Kesadaran masyarakat Indonesia atas hak sebagai konsumen masih rendah. Hal ini ditandai dari sedikitnya jumlah konsumen yang melapor pada pihak berwajib pada saat mereka dirugikan, padahal hak mereka dijamin UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada saat dirugikan oleh produsen, hal yang paling banyak dilakukan konsumen Indonesia adalah menuliskannya di surat pembaca di media cetak.

Hal seperti ini sudah dipahami oleh produsen sehingga biasanya mereka melakukan perdamaian secara kekeluargaan dengan konsumen yang dirugikan dan kemudian memberikan jawaban di media cetak yang sama. Padahal cara seperti ini tidak mendidik produsen dan konsumen untuk saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing.

Tingginya minat masyarakat yang dirugikan produsen untuk mengadukan masalah kepada BPSK menunjukkan perkembangan positif. Hal ini berarti kesadaran konsumen terhadap hak-hak mereka sudah mulai bangkit. Sangat disayangkan momentum yang berharga ini justru terancam pupus karena BPSK terancam bubar.

Pilihan terbaik bagi masyarakat Kota Solo adalah mempertahankan keberadaan BPSK. Masyarakat harus mendorong Pemkot dan DPRD Kota Solo untuk melakukan langkah nyata mempertahankan lembaga itu. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendorong agar pencairan anggaran operasional BPSK segera dilakukan. Selanjutnya mendorong komitmen Pemkot dan DPRD Kota Solo untuk mengembangkan dan memberdayakan BPSK Kota Solo.

BPSK Kota Solo adalah lembaga yang dibentuk sebagai amanat UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lembaga ini adalah bentuk nyata dari perlindungan kepentingan konsumen. Pengabaian terhadap lembaga ini sama dengan mengabaikan kepentingan konsumen/masyarakat.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif