News
Minggu, 27 Mei 2012 - 21:09 WIB

RAIH NILAI TERTINGGI UN SMK, Mutiarani Masih Bingung Mencari Biaya Melanjutkan Kuliah

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sosok gadis pendiam, bernama Mutiarani, 17, mendadak menjadi bahan pembicaraan di kalangan siswa dan guru SMK Negeri 2 Kota Semarang, saat pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN), Sabtu (26/5/2012) kemarin.

Mereka membicarakan prestasi siswi yang memiliki rambut sebahu ini, karena mampu meraih peringkat pertama nilai UN tertinggi se-Indonesia tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tahun pelajaran 2011/2012.

Advertisement

Mau tahu nilanya, yakni totalnya 38,60 atau 9,5. Perinciannya bidang studi bahasa Indonesia nilainya 9,8, bahasa Inggris 9,8, Matematika 10, dan Kompetensi Akutansi 9,0.

”Saya sampai kaget, tak percaya kalau bisa mendapat nilai tertinggi,” katanya kepada wartawan di SMK Negeri 2 Jl Dr Cipto, Semarang, usai pengumuman UN Sabtu lalu.

Advertisement

”Saya sampai kaget, tak percaya kalau bisa mendapat nilai tertinggi,” katanya kepada wartawan di SMK Negeri 2 Jl Dr Cipto, Semarang, usai pengumuman UN Sabtu lalu.

Siswi jurusan Akuntansi ini mengaku tak ada persiapan khusus dalam menghadapi UN, seperti mengikuti les privat mengundang guru di rumah atau mengikuti lembaga bimbingan belajar.

Bukan karena tak ingin menambah jam belajar, sebagaimana pelajar lainnya, namun karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pas membuat Mutiarani harus mengurungkan niatnya.

Advertisement

Gadis kelahiran 27 November 1994 adalah bungsu dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan dari pasangan Juwarto (almarhum) dan Sutarmi.
Untuk menghidupi keluarga, Ny Sutarmi, 58, bekerja sebagai pembantu merawat sebuah rumah yang tak dihuni keluarganya, dengan mendapatkan imbalan Rp150.000 per pekan.

Dengan kondisi ekonomi pas-pasan ini, biaya sekolah Mutia, panggilan akrab Mutiarani, senilai Rp150.000 per bulan harus dibantu kakaknya yang bekerja sebagai buruh garmen dan kasir bengkel.

”Bahkan terkadang SPP sering menunggak dua bulan, kadang tiga bulan,” katanya lirih.

Advertisement

Beban keluarga untuk biaya pendidikan Mutia juga bertambah, sebab setiap hari dia harus naik angkutan umum dari rumahnya di Jl Pudakpayung Setuk RT 006/RW 005, Kelurahan Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik ke SMK Negeri 2 di jl Dr Cipto.

Biaya ongkos angkutan umum Rp6.000 pergi pulang (PP). Setiap hari Mutia berangkat dari rumahnya pukul 05.45 WIB, supaya tak terlambat sampai di sekolah.

Mengenai cita-citanya, Mutia menyatakan berkenginan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, kuliah di Universitas Diponegoro (Undip) di Tembalang, Kota Semarang yang dekat rumahnya.

Advertisement

”Kalau punya biaya ingin kuliah, tapi bila memang tak ada biaya ya bekerja membantu ibu,” katanya dengan nada pelan.

Menanggapi keinginan Mutia, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kota Semarang, Bunyamin, menyatakan akan mengupayakan bea siswa supaya bisa melanjutkan di perguruan tinggi.

”Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan membantu agar Mutiarani bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Sayang anak pandai kalau sampai tak kuliah,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif