Kolom
Sabtu, 26 Mei 2012 - 08:20 WIB

The Avengers, New York Kiblat Dunia

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Taufiq al Makmun (FOTO/Dok)

Taufiq al Makmun (FOTO/Dok)

Dosen Kajian Amerika
Universitas Sebelas Maret
Pengajar Bahasa
Studi S2  Pengaruh
Budaya Amerika
di Universiteit Utrecht
Belanda (2010-2011)

Advertisement

Manhattan luluk lantak untuk kesekian kalinya dan tetap tegak berdiri pada akhirnya. Jantung kota New York inilah yang selalu menjadi setting fantastis film-film karya Hollywood. Dari film klasik King Kong hingga Independence Day. Kali ini giliran tokoh-tokoh komik Marvel dalam The Avengers (2012) beraksi di Manhattan yang kembali terkoyak.
Mereka tampil dalam sajian teknologi tiga dimensi besutan sutradara Joss Whedon. Bagi pencinta film Hollywood lekuk dan sudut kota New York utamanya Manhattan sangatlah tidak asing. Dari film bergenre drama sampai action memilih setting kota yang kini  paling tidak asing di mata dunia tersebut. New York sebuah kota yang membuat mata dunia tertarik ke Amerika. New York menjadikan mata dunia sepakat bahwa the city stood still.
Pada pekan ketiga penayangan di bioskop-bioskop Indonesia The Avengers tetap dipadati penonton. Film ini kembali mengingatkan kita akan kota Manhattan, New York. Kota ini menjadi ajang pertempuran namun tak pernah hilang dan tak boleh hancur. Para superhero bertempur demi kota tersebut, demi Amerika dan mengatasnamakan kepentingan dunia, membela bumi dari ancaman yang akan merenggut kebebasan.
Itu memang tema yang tidak asing dan kota yang tidak asing pula. Karakter-karakter superhero dalam film tersebut syarat dengan simbol kekuatan dan ideologi Amerika. Kapten Amerika sang pahlawan perang berbalut kostum star and strips–bendera Amerika Serikat–berperan sebagai pelindung yang lemah dan penjaga kebebasan. Iron Man pahlawan berbaju besi merupakan simbol kecerdasan dan kemajuan teknologi Amerika yang mempunyai laboratorium hi-tech di pusat Manhattan.
Thor sang Raja Asghar yang demokratis atau pun Hulk simbol kecerdasan, kekuatan sekaligus amarah yang terbenarkan. Dan yang tak kalah penting adalah agen Natasha Romanoff yang berjuluk Black Widow, seorang tokoh perempuan mantan agen Rusia yang membelot ke pihak Amerika. Romanoff beserta karibnya agen Burton yang sempat terhipnotis kekuatan musuh. Ketika sadar tentu mendukung Amerika dan bersama-sama menyelamatkan New York demi bumi dari serangan menghancurkan yang dikendalikan Loki yang menyimbolkan pembungkam kebebasan individu dengan menganut model kekuasaan raja yang menegasi kebebasan dan demokrasi gaya Amerika.
Thomas Inge (1990) menggarisbawahi bahwa sebuah produk budaya, termasuk film, selain dikemas sesempurna mungkin bentuk penyajiannya, juga mempunyai fungsi sekaligus memberikan metode evaluasi bagi pengguna atau penikmat karya budaya tersebut. The Avengers tentu saja bukan sekadar suguhan karya film menghibur tetapi juga mampu menyedot penonton dewasa dan anak-anak untuk menghayati pemahaman tentang arti penting kebebasan, Amerika dengan kekuatan supernya dan New York sebagai kota pusat dunia, kota kiblat dunia.
Berada di tempat strategis menghadap Samudra Atlantik, New York merupakan pintu masuk bagi immigran asal Eropa dalam sejarah Amerika. New York kini tak lepas dari label sebagai kota multikultural. Kota ini kian populer dan menjadi impian tidak hanya masyarakat dunia tapi bagi orang Amerika sendiri untuk menjejakkan kaki di kota megapolitan tersebut. Pencitraan yang berulang tentang sisi-sisi New York melalui film seperti The Avengers mampu mengenalkan kota tersebut dengan baik. Tatanan hutan betonnya tampak akrab bagi mata dunia. Film-film Hollywood telah mengenalkan kota New York dan menciptakan popularitas serta melanggengkannya di benak warga dunia.

Kekuatan Budaya
Joseph S Nye Jr (1990) menyebut tentang soft power, kekuatan budaya yang menjadi senjata ampuh alih-alih kekuatan senjata. Film-film Hollywood seperti The Avengers merupakan kekuatan luar biasa untuk memengaruhi para penonton agar mencintai dunia ini dengan cara mencintai New York. Soft power ini menimbulkan keinginan untuk mengetahui, meniru, mengunjungi, menetap, bahkan melindunginya dari kerusakan. New York menjadi kiblat. Hal yang sama dikampanyekan George Bush ketika kota itu menjadi target serangan teroris. Amerika membakar emosi dunia untuk ikut berperang dengan faktor pendorong rasa tak ikhlas New York luluh lantak.
Popularitas New York justru lebih unggul dari sang Ibu Kota Negara, Washington DC, yang merupakan pusat administratif. New York lebih pada representasi kehidupan Amerika sebagai pusat kebudayaan, ekonomi, teknologi dan bahkan sejarah yang semula dibangun para imigran Belanda dengan nama New Amsterdam. Broadway di New York menjadi kiblat teater modern.
New York City yang berada di negara bagian New York dan terdiri dari lima borough (distrik) yaitu Manhattan, Queen, Brooklyn, Bronx dan Staten Island itu menjadi simbol Amerika. Manhattan luluh lantak akibat sebuah serangan mengerikan yang diklaim sebagai ulah teroris yang memicu war on terror dalam sejarah modern dan dikenang sebagai peristiwa 9/11. Dua menara kembar salah satu ikon kota tersebut rubuh.
Sebuah drama nyata yang telah berulang kali menghias layar gelas dan headline media cetak menunjukkan betapa sang negara adidaya kebakaran jenggot, tidak rela kota paling dibanggakan itu terkoyak. Babak baru konstelasi politik dunia pun dimulai. Perang dingin yang satu dasawarsa sebelumnya usai berganti era Amerika vs terorisme yang dalam bingkai bahasa Bush sebagai war on terror. Secara politis kota tersebut sangat dilindungi sebagai simbol kekuatan Amerika dan serangan terhadapnya pun telah mengubah peta politik dunia. Penting bagi Amerika menunjukkan kepada dunia bahwa kota kebanggaan Amerika tersebut tetap tegak berdiri.
New York menjadi simbol Amerika bak Alexanderia yang dibanggakan Iskandar Agung sebagai simbol kekuatan dan kekuasaannya pada masa kejayaan Macedonia. Dalam sejarah modern, New York muncul sebagai sebuah kota yang mendunia dan menjadi kiblat dunia modern. Wall Street menjadi barometer ekonomi dunia, Central Park menjadi tempat paling romantis, Brooklyn Bridge, Empire State Building  atau pun jajaran real estat Thrump menjadi ikon arsitektur dunia. Fifth Avenue dan Soho menjadi tolok ukur life style modern ala shopping mall, Patung Liberty simbol kebebasan yang selalu lekat dalam ingatan bahkan musikal gaya Broadway menjadi rujukan teater modern.
Film-film Hollywood mempunyai peran penting dalam menghidupkan visualisasi kota New York dalam benak setiap penikmat film, berulang-ulang hingga menimbulkan memori kolektif tentang New York dan menjadikannya kiblat, sebuah kota impian dan pusat dunia. Siapa tak kenal New York kini?
Namun, tidak banyak yang tahu segudang permasalahan sosial tak terselesaikan di dalamnya, atau pun daerah miskin di Brooklyn dan Queen, daerah kumuh di Bronx, persoalan sampah di Manhattan dan pedesaan sepi di Staten Island. Kamera-kamera pembuat film memilih sudut-sudut pengambilan gambar yang indah dan terpilih demi aspek kehebatan film dan menampilkan sisi-sisi hebat New York tentunya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif