Jogja
Senin, 21 Mei 2012 - 09:34 WIB

WEDI KENGSER: Gagal Jadi Ketua RT Karena KTP...

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tak jauh dari Borobudur Plaza di Jl Magelang, terdapat sebuah tempat hunian yang di tempati warga yang kebanyakan menjadi pengamen.

Di seberang bangunan yang dulunya menjadi salah satu pusat hiburan di Jogja terdapat gang Kricak Kidul. Menyusuri gang tersebut hingga Sungai Winongo maka permukiman kaum marjinal itu dengan mudah akan ditemukan. Di tempat itu tinggal beberapa warga yang sebagian besar menggantungkan diri dari mengamen.

Advertisement

Pada paling ujung bantaran sungai, tinggalah Paijo bersama dengan keluarganya. Sudah 25 tahun, Paijo bersama istri dan tujuh anaknya tinggal di bantaran sungai atau kerap disebut dengan wedi kengser tersebut.

Paijo dan keluarga tinggal dalam sebuah bangunan yang tak cukup luas. Untuk dapat menempatinya, dulu dia membelinya dari seseorang dengan harga Rp750.000.

Advertisement

Paijo dan keluarga tinggal dalam sebuah bangunan yang tak cukup luas. Untuk dapat menempatinya, dulu dia membelinya dari seseorang dengan harga Rp750.000.

Paijo tinggal di tempat tersebut bermula ketika memilih pulang dari lokasi transmigrasi di Sumatra karena ketakutan setelah diintimidasi preman pada 2000.

Meski sudah lama tinggal di tempat itu, sampai sekarang Paijo tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Akibat tidak memiliki KTP itulah sejumlah masalah mengadang Paijo dan keluarganya.

Advertisement

Ia mengakuinya, sampai sekarang memang tak mempunyai KTP. Pernah ia memilikinya KTP Gunungkidul, tempat kelahirannya. Namun, katanya, KTP tersebut hilang sehingga belum mengurus yang baru.

Menurutnya, tidak hanya dirinya yang tak memiliki kartu identitas, sejumlah warga di wedi kengser juga tak mempunyainya. Tak hanya itu, warga di tempat itu banyak yang belum menikah secara resmi alias kumpul kebo, sehingga dampaknya pada si anak yang sudah tumbuh besar ingin menikah akan kesulitan.

“Di RW saya sini saja ada 10 kasus.Terakhir kemarin ada yang mau menikah tapi terkendala KTP. Untungnya kedua orangtua mereka asli Bantul,dan kemudian nembak KTP di sana,” jelasnya.

Advertisement

Pilihan kumpul kebo itu menurutnya karena ada warga yang masih mempunyai istri sah, tapi kemudian memaksa ingin menikah lagi. Seperti halnya Paijo, yang sekarang ini kumpul kebo dengan janda yang kini tinggal dengannya di wedi kengser tersebut.

Sebelumnya, Paijo mempunyai istri yang diajaknya ke Lampung pada 1980-an, namun beberapa tahun kemudian dia dan istri sahnya tersebut pulang ke Gunungkidul karena mertuanya sakit.

Tapi belakangan, istri sahnya itu tinggal untuk merawat mertuanya. Paijo akhirnya berniat untuk kembali ke Lampung untuk menjual semua hartanya.

Advertisement

Sayangnya uang Paijo yang akan digunakan untuk perjalanan ke Sumatra habis di meja judi. “Saya akhirnya gagal ke Lampung dan diajak kerja bengkel sama teman di daerah Kricak ini dan bertemu dengan istri saya yang sekarang ini. “Istri saya dari Gunungkidul tahu, lalu ke sini dan menyobek-nyobek surat nikah.Ya ini akibat dari kenakalan saya sendiri sebenarnya,” terangnya.

Dengan istri barunya itu, Paijo dikaruniai tujuh anak. Sebagian anaknya mengamen dan sebagian sudah ada yang bersekolah. “Ya anak-anak masuk dalam C1, tapi nama terang suami ikut dengan nama suami istri saya dulu,” katanya.

Diakuinya tak memiliki identitas jelas membuatnya kesulitan karena terkadang bantuan tak sampai di tangannya. Pernah tanggul sungai bocor, namun yang dapat bantuan tidak semuanya. Untuk memperbaikinya, tukang bangunan itu mengaku menggunakan uang pribadinya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif