Soloraya
Senin, 21 Mei 2012 - 17:25 WIB

HIDAYAT NURWAHID Sempat Minta Restu Maju ke DKI 1 Sebelum Ibuda Berpulang

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hidayat Nurwahid saat memberi sambutan dalam upacara pemakaman ibunda, Senin (21/5/2012) (Espos/Farid Syafrodhi)

Kedua mata Hidayat Nurwahid berkaca-kaca saat mantan Ketua MPR RI ini memimpin doa, Senin (21/5/2012) siang. Kedua tangannya menengadah. Ia dikelilingi ratusan orang tetangga dan pelayat dari berbagai daerah. Siang tadi, ibunda Nurwahid, Siti Rahayu, meningal dunia. Sejumlah sanak keluarga juga menangis saat dibacakan doa itu. Saat doa dipanjatkan, jenazah Siti diangkat dan tepat berada di belakang Nurwahid.

Advertisement

Siti Rahayu meninggal dunia karena mengalami stroke cukup lama. Ditambah lagi komplikasi sakit diabetes melitus dan gagal ginjal. Menurut putra kedua almarhumah Siti Rahayu, Agung Wahyono, 50, sejak Agustus 2011 lalu ibunya itu harus menjalani cuci darah dua kali dalam sepekan. “Ibu mengalami lumpuh pada tubuh sebelah kiri. Kadar gulanya juga tinggi. Sejak dua pekan lalu dirawat di RS Sardjito, Jogja,” ujar Agung saat ditemui wartawan di rumah duka, Senin siang.

Saat di RS, almarhumah ditemani oleh putra ketiganya, Mabrur Dewantara dan dan adiknya, Sapti Swastanti. Nurwahid sendiri masih berada di Jakarta. Namun dia sudah dikabari mengenai kondisi ibunya itu. Pada Jumat (18/5) lalu, semua putra almarhumah berkumpul di RS untuk mendoakan kesembuhan ibundanya. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Sebelum ke RS Sardjito, almarhumah juga pernah dirawat di RSI Klaten.

Menurut dokter yang merawat di RS Sardjito, imbuh Agung, kondisi kesehatan ibunya semakin hari kian melemah. Peluang kesembuhannya juga menipis. Sekitar pukul 06.00 WIB, almarhumah Siti Rahayu wafat di ruang Paviliun Amarta RS Sardjito Jogja. Sekitar pukul 08.00 WIB, jenazah dibawa ke rumah duka di Dukuh Kadipaten Lor, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten.

Advertisement

Nurwahid sendiri tampak tegar saat mendapat kabar ibunya meninggal dunia. Di mata Nurwahid, ibunya adalah sosok teladan yang baik. Beberapa bulan sebelum wafat, Nurwahid sempat meminta doa restu kepada ibunya untuk maju dalam pemilihan umum (pemilu) DKI Jakarta. Ibunya pun kala itu merestui. “Yang terpenting, maju untuk berbuat kepada masyarakat dan umat. Begitu pesan ibu. Meskipun tak terkatakan, tapi saat itu tatapan ibu penuh arti bagi saya,” terang Nurwahid mengenang ibunya.

Calon Gubernur DKI Jakarta dari PKS ini juga salut terhadap perjuangan ibunya. Kendati sudah berumur senja, ibunya tetap aktif di organisasi sosial maupun formal. Baik di PKK maupun di Aisyiyah, ibunya termasuk orang yang paling rewel dan ribet kalau ada orang yang tidak hadir. Misalnya saat kegiatan posyandu, kata Nurwahid, almarhumah adalah orang yang paling rewel kalau ada balita yang belum mendapatkan pelayanan.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif