Lifestyle
Selasa, 15 Mei 2012 - 09:23 WIB

BUMN: Asyiknya Fasilitas Berpameran

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sumartoyo (Espos/Adib Muttaqin Asfar)

Sumartoyo (Espos/Adib Muttaqin Asfar)

Jika ada pengusaha di Soloraya yang sangat rajin menjadi mitra binaan BUMN, boleh jadi Sumartoyo adalah salah satu orangnya. Pengusaha yang dikenal dengan kerajinan batik kayunya ini bukan hanya sekali dua kali bersentuhan dengan kredit lunak untuk usaha mikro. Dia berkali-kali menerima bantuan kredit lunak.

Advertisement

Maklum saja, Sumartoyo benar-benar merintis usahanya dari nol. Dengan bermodalkan Rp65.000, lulusan Fakultas Ekonomi UMS ini berani memproduksi kerajinan batik kayunya pada 1998. Padahal waktu itu kemampuan produksinya belum seberapa.

“Saya masih ingat waktu itu teknik pengecatan saya belum sempurna. Tapi saya sudah ikut pameran yang difasilitasi Pemkab Karanganyar,” ujar dia mengenang perintisan usahanya, Senin (14/5).

Advertisement

“Saya masih ingat waktu itu teknik pengecatan saya belum sempurna. Tapi saya sudah ikut pameran yang difasilitasi Pemkab Karanganyar,” ujar dia mengenang perintisan usahanya, Senin (14/5).

Saat masih kuliah, dia sempat berdagang telur asin hingga memproduksi rak buku untuk pasar mahasiswa. Kerajinan ini mulai ditekuninya saat bergabung di Psycho Art, sebuah usaha kerajinan kayu yang juga memproduksi batik kayu. “Itu milik anak UMS juga. Saat itu, saya bekerja di lima tempat sekaligus, di sana adalah salah satunya.”

Dari usaha milik rekannya itu, Sumartoyo belajar membatik kayu. Dia harus mempelajari dari awal saat membuka usaha sendiri dua tahun kemudian. “Saya pun meminta izin pada pemilik Psycho Art untuk meminjam karyawannya buat mengajari saya mengecat,” katanya.

Advertisement

Dari pameran itu, pesanan meningkat. Sumartoyo pun butuh tambahan modal. Pada 2006, dia melirik Program Kemitraan dan Pengembangan Lingkungan (PKBL) Bank Mandiri. Dia mengajukan kredit hingga dua kali periode, yaitu Rp10 juta pada periode I dan Rp20 juta pada periode II.

Melalui program itu, Sumartoyo semakin gencar mengikuti pameran. Sebagai mitra PKBL, dia kembali keluar negeri untuk mengikuti pameran di Utrecht dan Den Haag selama satu bulan pada 2006. Ditambah lagi dengan keikutsertaannya dalam tim misi dagang ke Kamboja yang difasilitasi Pemkab Karanganyar.

“Karena di Mandiri sudah dua kali periode, saya tidak bisa mengajukan lagi. Akhirnya saya mengajukan kredit ke Telkom.”

Advertisement

Di PKBL Telkom, dia mendapatkan kredit yang besar dua kali. Pertama dia mendapatkan Rp30juta, setelah itu Rp45 juta. Dari PKBL Telkom, dia kembali mendapatkan fasilitas pameran besar, salah satunya ke Australia.

Paket-paket kredit ini menjadi sangat penting buat Sumartoyo untuk mengembangkan pasar. Meskipun pasar utama kerajinannya masih di Solo, Jogja, Bali, Jakarta dan Batam, modal tersebut penting untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar.

Namun, Sumartoyo sangat berhati-hati mengelola uang pinjaman itu. Begitu mendapatkan kredit baru, dia langsung bikin target pasar baru dan membuat diversifikasi usaha baru. Salah satunya adalah dengan membuat bisnis baru berupa pendidikan batik. Usaha yang diberi nama Puri Art Education ini mulai merambah TK hingga perguruan tinggi untuk mengikuti paket outbound membatik. “Intinya kita harus pintar-pintar memutar uangnya karena angsuran bulanannya yang besar.”

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif