Soloraya
Minggu, 13 Mei 2012 - 08:00 WIB

PENGOBAT TRADISIONAL Diminta Taati Aturan

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Suharsih/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi (Suharsih/JIBI/SOLOPOS)

BOYOLALI—Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali meminta para pengobat tradisional untuk mematuhi aturan yang telah ada. Hal ini dilakukan menyusul banyak ditemukannya obat tradisional yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat (BKO) beberapa waktu lalu di Boyolali.

Advertisement

“Kita kumpulkan para pengobat tradisional untuk diberi arahan sesuai aturan yang diperbolehkan. Sebab, kita banyak menemui obat tradisional di pasaran yang tidak sesuai serta praktik kesehatan tradisional yang tidak sesuai peruntukannya,” kata Kepala Dinkes Boyolali Syamsudin saat ditemui wartawan di kantornya akhir pekan lalu.

Syamsudin menegaskan para pengobat tradisional harus menggunakan bahan dan cara tradisional dalam menangani kesehatan. Praktik ini tidak boleh dicampur BKO maupun bahan lain yang berbahaya.

Ia menyebutkan sejumlah larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para pengobat tradisional. Antara lain, para pengobat dilarang memakai alat kedokteran, dilarang memakai BKO dalam ramuan. Di samping itu, pengobat tradisional tidak boleh beriklan dengan tajuk langsung sembuh serta iklan dapat mengobati segala macam penyakit.

Advertisement

Menurutnya, mereka yang konsisten di jalur pengobatan tradisional ini diminta menggunakan bahan tradisional tanpa ada campuran bahan kimia apapun. “Pengobat tradisional supaya mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di Kabupaten BoyolaIi pengobat tradisional cukup beragam,” imbuhnya.

Syamsudin menyebutkan pengobat tradisional sangat beragam. Mulai dari akupuntur, pijat, totok hingga tenaga dalam. Selain itu, mereka mengandalkan ramuan sebagai obatnya.

Sementara Kasi Farmamin dan Perbekes Dinkes Boyolali Sartono menambahkan banyak alat, metode dan obat tradisional yang belum dapat dipertanggungjawabkan keamanan dan manfaatnya bagi kesehatan.

Advertisement

Di sisi lain, ia mengungkap jumlah tenga dokter di Indonesia masih relatif rendah. Oleh karena itu, minat masyarakat untuk mencari pengobatan sendiri cukup besar. “Di Indonesia terdapat 9.000 tanaman berpotensi sebagai obat. Baru 300 jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan baku. Para pelaku Yankestrad bisa memanfaatkan ini,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif