Lifestyle
Rabu, 9 Mei 2012 - 08:47 WIB

KANKER: Kanker Paru Pencuri Kehidupan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kanker paru-paru kini seakan menjadi penyakit yang paling menakutkan. Apalagi, setelah penyakit ini merenggut nyawa mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pada awal Mei lalu.
Orang pun banyak bertanya-tanya apa sebenarnya yang menyebabkan Bu Menteri terserang penyakit mematikan itu. Padahal, selama ini ia dikenal bergaya hidup sehat dan rajin berolahraga, ia juga bukan perokok aktif maupun pasif.
Menurut dokter spesialis paru Rumah sakit Kasih Ibu Solo, dr Novita Tjahyaningsih SpP, kanker paru primer merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (saluran napas) atau karsinoma bronkus.
Namun secara umum kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru atau metastasis tumor di paru.
“Proses metastasis atau penyebaran kanker dari organ lain seperti otak juga bisa menyerang paru,” terangnya saat ditemui Espos di ruang
praktiknya, Sabtu (5/5).
Dia mengatakan seperti kanker lainnya, penyebab pasti kanker paru hingga kini belum diketahui. Akan tetapi salah satu penyebab terbanyak kanker paru menurutnya adalah rokok baik perokok aktif maupun pasif.
Pada perokok, kanker paru bisa menyerang tergantung pada beberapa hal seperti lama merokok, jumlah batang yang dihabiskan dalam
sehari hingga cara mengisap rokok. Semakin dalam mengisap rokok maka zat berbahaya semakin masuk ke dalam hingga ke percabangan bronkus.
Selain rokok, zat karsinogen seperti yang terdapat pada asap pabrik, debu asbes, polusi udara juga dianggap dapat menyebabkan seseorang terkena kanker paru apalagi jika orang tersebut sering terpapar zat berbahaya itu. Begitu juga jika seseorang kerap terkena arsenik saat berada di laboratorium.
“Walau pun penyerangannya tidak begitu cepat tapi zat tersebut dianggap dapat memicu kanker paru. Butuh waktu 10 tahunan bahkan hingga 15-20 tahun, asap kayu bakar jika terus-menerus terhirup juga berbahaya karena mengandung zat karsinogen dan bisa memicu kanker paru,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komite Medik Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Solo, dr Riana Sari SpP. Menurutnya, zat karsinogen yang terdapat pada makanan juga dapat memicu terjadinya kanker paru.
Jadi, kanker paru bisa menyerang siapa saja. Apalagi, orang yang memiliki kelainan kromosom dan genetik seperti gen supresor atau gen yang berfungsi menekan pertumbuhan tumor dan onkogen atau gen yang dapat
memicu tumbuhnya tumor tidak seimbang.
“Yang terjadi pada Bu Menkes kemungkinan dicurigai karena ada kelainan genetik. Pada kasus kanker biasanya kami menanyakan pasien riwayat keluarga ada silsilah kanker atau tumor tidak,” katanya.
Riana menerangkan dalam beberapa kasus, risiko kanker paru juga bisa timbul pada orang yang memiliki kelainan paru seperti pengidap
TBC atau tuberkulosis. Kerusakan di paru yang diakibatkan TBC dapat memicu perubahan sel kanker.
Hingga kini, kanker paru termasuk salah satu penyakit yang sulit dilacak. Bahkan, 70 persen kasus kanker paru terdeteksi sudah dalam stadium lanjut. Hal itu dikarenakan pada stadium dini, kanker paru sulit terdeteksi. Terlebih, keluhan penyakit tersebut hampir sama dengan penyakit paru yang lain.
“Stadium dini tidak langsung terdeteksi foto toraks. Kadang dokter pun sulit mendeteksi stadium dini kecuali dokter paru curiga ada kelainan dan pasiennya rutin kontrol,” ujar Riana.
Pada saat rontgen pun kerap terjadi kesuraman karena kurang sensitif sehingga tidak serta-merta dapat mendeteksi kanker terlebih kanker
dengan ukuran satu milimeter. Kesuraman itu bisa karena kanker maupun penyakit infeksi paru lainnya.
“Biasanya pasien yang terkena kanker paru terdeteksi sudah dalam kondisi stadium lanjut. Kalau sudah begitu bisa berbahaya dan
diam-diam bisa mencuri kehidupan pasiennya,” terangnya.
Novita menambahkan dalam sebuah penelitian kecil di Solo, hampir sebagian besar pasien kanker paru yang datang ke rumah sakit sudah
dalam stadium III. “Pemeriksaan paru banyak dari mulai foto toraks tapi kurang spesifik
mendeteksi kanker paru. Ada pemeriksaan lain seperti CT Scan hingga USG abdomen yang bisa melihat kondisi bronkus dan perubahan sel ganas tapi di Solo belum ada,” ujanya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif