Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Meskipun demikian, situs yang berada di tanah kas desa ini masih sering dikunjungi para peziarah. Mereka datang pada setiap malam Selasa Wage dan malam Jumat Kliwon. “Situs ini masuk dalam daftar inventaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tahun 2007. Namun apakah ini masuk benda cagar budaya atau bukan kami masih akan berkoordinasi dengan Balai Pelestraian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah,” ujar Kepala Disbudpar Boyolali, Sugiyanto, Rabu (9/5/2012).
Dijelaskan, pengecekan situs ini apakah sesuai UU no 11/2010 tentang Cagar Budaya. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan lebih lanjut jika benda ini masuk cagar budaya atau tidak.
Ditambahkan, Kadus 1 Desa Cepokosawit, Dalyono mengatakan cungkup situs dibangun tahun 1981. Menurutnya, belum pernah ada perbaikan lagi karena desa tidak mempunyai biaya. Meskipun demikian, masyarakat sekitar tetap menjaganya. Diceritakan, situs ini berada di permukaan tanah tetapi sebagian badannya terpendam dalam tanah. Patung berada di kedalaman 1,5 m dengan posisi sebagian badan masih terpendam.
Sementara itu, Safuang, keturunan keempat juru kunci Situs Gajah menceritakan konon patung tersebut dulunya adalah gajah tunggangan salah satu putra dari selir Prabu Boko, Prambanan. Saat itu, dia mendapat undangan dari raja Demak untuk mengikuti adu gemak.
“Ia pulang dan beristirahat di tanah ini. Konon, mereka kemudian menetap dan gajah tunggangan berubah menjadi patung. Ada cerita jika di bawah patung gajah itu tersimpan perhiasan,” tuturnya.