JOGJA—Kerja sama Pemprov DIY dengan kedutaan Inggris dan Perancis untuk mengembangkan teknologi Refuse Derifed Fuel (RDF) sulit dilakukan.
Penerapan teknologi untuk mengatasi membeludaknya sampah di TPA Piyungan dengan mengubahnya menjadi sumber energi itu bakal terhambat lantaran tipologi sampah di Jogja didominasi sampah organik.
Manajer Kerja sama Pengelolaan Sarana dan Prasarana Perkotaan antara Kota Jogja, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul (Kartamantul), R.Ferry Anggoro Suryokusumo menjelaskan, selama ini sampah organik ikut dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Sebanyak 68 persen sampah di Indonesia adalah sampah organik. Sampah organik ini basah, sedangkan teknologi RDF adalah mengolah sampah non organik (kering). Akan sangat sulit untuk melakukan pemilahan sampah organik dan non organik ketika RDF diterapkan,” ujarnya, Kamis (19/4).
Hal ini, lanjutnya, berbeda dengan tipologi sampah di Eropa di mana sampah organik sudah dapat diselesaikan oleh masyarakat.
Untuk dapat diterapkan di TPA Piyungan, menurut Ferry, dibutuhkan teknologi composting modern untuk memilah sampah organik dan non organik. Namun tekonologi itu membutuhkan biaya mahal.
“Karena itu, persoalan utama sebenarnya adalah kebiasaan masyarakat dalam memilah sampah. Pengelolaan sampah mandiri di tiap daerah perlu terus ditumbuhkan,” katanya. (ali)