Cempluk beruntung karena bak mandi yang biasanya diisi air cuma separo, malam itu terisi full kimplah-kimplah. Ia pun mandi jebar-jebur, keramas, gosok gigi, pokoknya komplet. Rasa dingin air dan sedikit bau kecing tak ia rasakan. “Yang penting badan segar,” pikirnya.
Selesai mandi, Cempluk ikut berkumpul dengan keluarga. “Mbak, tumben sudah malam kok baru mandi?” tanya Gendhuk Nicole.
“Yah, terpaksa Dik, daripada badan gatal dan lengket semua,” jawab Cempluk sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Jon Koplo, suami Gendhuk menyela, “Tadi nimba air sumur dimasukkan ember apa dari bak mandi, Mbak?”
“Wong bak mandinya penuh air kok ndadak nimba, ya pakai air bak mandi no. Memangnya kenapa?” jawab Cempluk.
Tiba-tiba Jon Koplo ngguyu ngakak, “Ha-ha-ha… Apa ora mambu bacin Mbak, awak sampeyan?”
“Jane mau ya rada mambu kecing, ning banyune kimplah-kimplah seger ya ora tak gagas. Ana apa ta?” Cempluk penasaran.
“Maaf, tadi aku belum sempat ngasih tahu. Bak mandinya kemarin kuisi air penuh karena untuk merendam lima karung gabah buat bibit padi. Rencananya besok mau kutiriskan untuk ditebar di sawah…”
“Haaah, kanggo ngekum gabah? Asem ki! Mulane ambune kecing. Wah, awakku dadi gatel kabeh! Ayo Pak, timbakke banyu! Aku kudu adus meneh ki!” Cempluk segera nggeret lengan Tom Gembus, suaminya, disambut tawa seluruh keluarga.
Triasti Arundina Prihattini, Sonomarto RT 01/RW 01, Jatirejo, Sawit, Boyolali 57374