Kolom
Jumat, 13 April 2012 - 11:04 WIB

Tidak Cukup Berbuat Baik

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kholilurrohman, Dosen IAIN Surakarta Kandidat Doktor Bimbingan Konseling Universitas Negeri Malang

Kholilurrohman, Dosen IAIN Surakarta Kandidat Doktor Bimbingan Konseling Universitas Negeri Malang

Sulit melawan kebobrokan negara yang dikuasai para pemilik modal besar yang culas. Ada inspeksi mendadak ke sebuah lembaga pemasyarakatan (lapas) untuk membuktikan ada tidaknya praktik jual-beli narkoba, tetapi justru yang santer terdengar adalah isu penamparan terhadap penjaga lapas.

Advertisement

Kita ketika melakukan suatu kebaikan tidak cukup hanya berbuat baik, tetapi harus lebih baik. Mengapa? Agar segala apa yang kita lakukan memiliki efek yang baik. Lalu bagaimana caranya? Perbaiki niat dan tujuan dari apa yang akan kita lakukan.

Sebelum Denny Indrayana, ada Dahlan Iskan yang melempar kursi di pos penjagaan pintu tol dan akhirnya ada puluhan mobil melenggang dengan lancar dan gratis. Entah mengapa meskipun uangnya banyak, tetap saja bila ada gratisan senang bukan main. Sama seperti penerimaan bantuan langsung tunai (BLT) yang sebenarnya tidak layak menerima BLT tetapi tetap antre dan tidak malu.

Advertisement

Sebelum Denny Indrayana, ada Dahlan Iskan yang melempar kursi di pos penjagaan pintu tol dan akhirnya ada puluhan mobil melenggang dengan lancar dan gratis. Entah mengapa meskipun uangnya banyak, tetap saja bila ada gratisan senang bukan main. Sama seperti penerimaan bantuan langsung tunai (BLT) yang sebenarnya tidak layak menerima BLT tetapi tetap antre dan tidak malu.

Lihat, perilaku penerima BLT yang ketika mengambil menggunakan sepeda motor keluaran terbaru. Alasan mengapa masih menerima BLT karena hasil kerja tidak cukup untuk makan sebulan. Lalu bagaimana dapat memiliki sepeda motor baru? Jawabnya, kredit.

Masyarakat oleh penjual sepeda motor terus diiming-imingi konsep kredit mudah dan murah sehingga mereka terjerat dalam lubang utang. Ketika lubang utang mulai tertutup, budaya konsumerisme diembuskan sehingga nafsu untuk berutang timbul kembali. Inilah hebatnya para pengusaha yang terus mengembuskan nafsu konsumerisme dan hedonisme.

Advertisement

Sebenarnya, banyak orang yang mau menolong atas sakitnya Ibu Pertiwi, tetapi mereka kehabisan energi dan strategi karena harus berhadapan dengan kekuatan kejahatan yang telah berjalin-jalin secara apik. Maklum, mereka yang melakukan keculasan dananya lebih besar daripada yang melakukan kebaikan.

Jika demikian adanya, benar apa yang dikatakan Sayyidina Ali Khulafaurrosyidin keempat bahwa sampai kapan pun bila kebaikan tidak dikelola secara baik, pasti akan tumbang oleh kebatilan yang dikelola secara baik. Dan saat inilah faktanya, menjadi orang  baik di Indonesia nyaris terseok-seok.

Lalu, masihkah ada cara untuk mengembalikan kondisi yang tidak normal ini? Jawabnya: masih ada. Pertama, rakyat harus dibuat melek terhadap informasi (literer). Informasi yang telah bertaburan di atmosfer Indonesia perlu disaring secara cerdas oleh rakyat. Rakyat berhak bertanya: siapa yang ada di balik informasi itu? Rakyat juga harus bertanya: apa konsukuensi untung dan rugi dari informasi itu? Benarkah informasi itu akan menyejahterakan rakyat?

Advertisement

Kedua, pemerintah sebagai sasaran tembak para petualang dan bandit politik harus mampu membuktikan bahwa program yang dirancangnya manjur untuk mengentaskan problem masyarakat mulai dari kesempatan kerja, ketersediaan akses menuju ke tempat kerja, jaminan kesehatan dan ekonomi, kepastian hukum dan lain-lain. Tanpa bukti kinerja pemerintah, rakyat akan menganggap pemerintah memang benar-benar tidak mampu merealisasikan program yang telah disusun.

Ketiga, para intelektual jangan mengabdi kepada uang dan kepentingan. Harus disemai intelektual yang peduli dengan kondisi riil bangsa Indonesia. Dulu pernah dicontohkan oleh Nabi Yusuf ketika diminta untuk memprediksi nasib bangsa Mesir. Nabi Yusuf bersabda akan datang masa panen selama tujuh tahun dan setelah itu,  negara Mesir akan menghadapi masa paceklik tujuh tahun.

Ketika masa panen datang, seluruh komponen bangsa diharapkan bersiap-siap menghadapi masa paceklik selama tujuh tahun. Sabda ini diyakini seluruh negeri dan ketika bencana paceklik datang, rakyat Mesir siap menghadapinya.

Advertisement

Hal ini ternyata berbeda dengan perilaku rakyat Indonesia terutama para tengkulak. Ketika mereka mengetahui harga bahan bakar minyak (BBM) akan naik, mereka justru memborong BBM. Tujuannya, sewaktu harga BBM benar-benar naik, mereka akan mendapatkan keuntungan berlipat.

Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih berpikir untuk diri sendiri, bukan untuk Indonesia. Mereka senang ketika mendapatkan keuntungan dari penderitaan yang dihadapi sesama anak bangsa.

 

Perilaku

Setiap kali harga BBM naik, rakyat kaya dan rakyat miskin punya cara tertentu untuk menyikapinya. Rakyat kaya berusaha menumpuk bahan pokok untuk persediaan beberapa hari ke depan sambil menghitung keuntungan. Rakyat miskin menyerahkan hidupnya kepada Allah. Bagi mereka Allah tidak tidur. Allah yang membagi rezeki.

Andaikan hari ini tidak ada nasi (makanan), mereka relakan perut kosong dan kemudian puasa. Bagi mereka, penderitaan sudah dijalani setiap hari dari mereka kecil sampai kini dewasa dan bahkan beranak-pinak. Nyatanya, sampai hari ini mereka tetap hidup dan tidak perlu dikhawatirkan.

Rakyat miskin tidak harus malu bila berutang ke warung di pojok pasar. Nanti bila ada uang mereka akan membayar utang itu. Para pemilik warung pun ternyata berpikiran sama. Mereka merasa kasihan ada manusia yang tidak makan lebih dari tiga hari. Mereka terus berjalan menyusuri alam pikir dan iman masing-masing. Mereka meyakini hadis qudsi: siapa yang menolong umat manusia, ia akan ditolong Allah.

Ketidakkhawatiran terhadap urusan dunia dan dipasrahkannya kehidupan dunia ini kepada Allah semata membuat hidup mereka tenang. Mereka tidak menyoal siapa yang akan menjadi bupati, gubernur atau presiden. Bagi mereka, cukup nasi sepiring untuk melanjutkan kehidupan. Informasi naik atau tidaknya harga BBM tidak mereka gubris. Bagi mereka cukup Allah sebagai penolong.

Kehebatan orang miskin menghadapi masalah gejolak ekonomi telah terbukti. Apalagi bila mereka sudah berkata: justru mati adalah sesuatu yang indah. Tidak ada kekhawatiran dalam melihat dan menjalani kehidupan. Mati adalah pintu perjumpaan dengan kekasih abadi Allah SWT.

Akhirnya, teori politik, teori ekonomi, teori sosial, tunduk pada keimanan dan keikhlasan melihat penderitaan yang memang bagi rakyat miskin cukup dihadapi dengan kepasrahan total. Wallahu a’lam bish showaab.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif