JON KOPLO: Nasi Goreng Ceker

Sohib kita Jon Koplo kali ini adalah orang yang memiliki sifat hemat, bahkan owel dalam mengeluarkan uang. Namun pepatah hemat pangkal kaya tidak berlaku bagi warga Mojosongo, Solo, ini. Yang ia rasakan hemat adalah pangkal dhedhel dhuwel. Lho kok bisa?
Ceritanya, beberapa waktu lalu Jon Koplo pulang dari Ngawi naik bus umum. Turun di perempatan Panggung, Jebres, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Kalau siang hari, tentu Koplo akan naik bus kota jurusan Mojosongo yang cuma mbayar Rp2.500. Tapi berhubung sudah malam, bus kota jelas sudah ngandhang. Angkutan yang tersedia hanya taksi atau ojek yang ongkosnya paling murah Rp20.000. Jon Koplo berpikir, ongkos sebesar itu terlalu mahal.
“Mending jalan saja, ngirit. Duitnya bisa buat beli nasi goreng,” pikirnya.
Koplo mulai berjalan kaki dari Panggung ke arah utara. Tawaran tukang ojek yang berada di tempat itu tidak digubrisnya. “Mboten Mas, omah kula mung cedhak mriku kok,” jawab Koplo berbohong. Padahal, jarak Panggung-Perumnas Mojosongo sekitar tiga kilometer. Dengan santai Koplo berjalan kaki sendirian sambil menikmati pemandangan malam di sepanjang jalan.
Jembatan Kandangsapi sudah dilalui. Koplo terus gliyak-gliyak berjalan melalui jalan menanjak menuju Mojosongo. Tiba-tiba Koplo merasakan sesuatu yang tidak beres dengan kakinya. Koplo pun melihat ke bawah. “Blaik, jebul sepatuku jebat ta!” ujar Koplo kaget saknalika. Ternyata, sol sepatu Koplo lepas, bagian depannya mangap. Jon Koplo kebingungan. Mau beli sandal jepit, tetapi semua toko sudah tutup.
Akhirnya sepatu rusak itu ditenteng Koplo menuju rumah. “Oalah nangsib-nangsib. Karepe arep ngirit malah ngorot-orot,” Koplo misuh-misuh sendiri sambil berjalan cekeran. Ndilalah di sepanjang jalan tidak ada satu pun ia menemui penjual nasi goreng karena sudah tutup.

Krisnanda Theo Primaditya, RT 04/RW 19, No 15 B, Mojosongo, Solo

Berita Terkait

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif