News
Kamis, 22 Maret 2012 - 13:39 WIB

KRISIS EKONOMI: Tingkat Konsumsi Tinggi, Indonesia Lebih Tahan Krisis

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KONSUMSI -- Pengunjung melintasi poster promosi penjualan di Mal Solo Paragon, Solo, beberapa waktu lalu. Indonesia dinilai bisa lebih tahan hantaman krisis berkat tingginya tingkat konsumsi rumah tangga. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

KONSUMSI -- Pengunjung melintasi poster promosi penjualan di Mal Solo Paragon, Solo, beberapa waktu lalu. Indonesia dinilai bisa lebih tahan hantaman krisis ekonomi berkat tingginya tingkat konsumsi rumah tangga. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

JAKARTA – Laporan Tren Sosial dan Ketenagakerjaan di Indonesia 2011 yang diterbitkan International Labour Organization menyebutkan Indonesia mampu mengatasi krisis keuangan global secara lebih baik dibandingkan negara tetangga lainnya.
Advertisement

Hal itu terutama dikarenakan tingginya konsumsi rumah tangga dan peningkatan investasi di Indonesia. Konsumsi rumah tangga adalah sebesar 56,6% dari PDB (product domestic bruto) pada 2010, sedangkan investasi meningkat 5,9% setiap tahun, yaitu dari 2008–2010.

Menurut perkiraan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperkirakan juga meningkat beberapa tahun mendatang. “Peningkatan itu akan mencapai tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,6% per tahun antara 2012 hingga 2016,” tulis laporan ILO hari ini.

Dalam laporan tersebut dipaparkan kegiatan ekonomi di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada 2010, tidak kurang dari 61% nilai tambah berasal dari Pulau Jawa, sedangkan kombinasi Pulau Sumatera dan Jawa memberi kontribusi lebih dari 82% dari total PDB nasional.

Advertisement

Sementara itu, untuk provinsi-provinsi di kawasan Indonesia Timur masih jauh tertinggal dari pusat-pusat perekonomian tersebut. “Dibutuhkan adanya intervensi kebijakan yang tepat di tingkat daerah untuk mewujudkan pertumbuhan yang inklusif dan menghasilkan banyak lapangan kerja,” ungkap laporan itu.

Selain itu, dibutuhkan intervensi kebijakan karena adanya desentralisasi pembuatan kebijakan dan kondisi sosio ekonomi yang sangat berbeda dari satu provinsi dengan provinsi lain di Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif