Koplo lalu pulang. Lumayan, ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan lainnya. Rencananya ia akan kembali ke puskesmas mendekati jam buka. Biar datang agak terlambat, yang pasti dialah orang pertama yang akan dipanggil petugas, pikirnya.
Sesuai rencana, koplo datang on time. Kerumunan calon pasien telah penuh berjajar memenuhi kursi. Sebuah senyum kemenangan sengaja diumbar koplo.
Tak lama kemudian suara kemresek dari pengeras suara sudah terdengar. “Nomor antrean satu…?” suara petugas memanggil. Koplo bangkit dan melangkah maju. Namun tak berselang lama, seorang ibu setengah baya juga ikut maju. Koplo kaget. “Saya dulu, Bu, njenengan bar kula,” tegur Koplo.
“Ndak bisa, saya dulu! Sampeyan yang keri!” jawab ibu itu ngotot. Keduanya eyel-eyelan saling mengklaim yang pertama, hingga membuat petugas bangkit. “Niki sing nomor antrean pertama sinten?” tanya petugas membuat keduanya terdiam, lalu dengan cepat menunjukan nomor antrean masing-masing. Ternyata keduanya sama-sama membawa kartu bernomor antrean satu!
Setelah petugas memeriksa, “Lha niki sampeyan sing salah, Mas. Ibu ini yang nomor antrean satu,” jelas petugas lalu mempersilakan ibu itu masuk.
Kontan saja Jon Koplo komplain. “Lho kok ibu itu yang didahulukan, Pak? Saya sudah antre sejak puskesmas ini belum buka Pak!” protes Koplo setengah mencak-mencak.
“Begini ya, Mas, njenengan tadi salah ambil. Ini bukan kartu antrean pasien tapi kartu parkir. Silakan ambil kartu antrean lagi ya,” jawab petugas.
Mendengar itu wajah Koplo langsung memerah, malu, karena ditertawakan pengunjung lain. Kalah isin, Koplo memilih mblirit pulang dan menunda periksa.
Yusuf Cahyono, Kaloran Lor RT 03/RW 05 Giritirto, Wonogiri