Tokoh
Senin, 12 Maret 2012 - 12:06 WIB

POPPY DHARSONO: Panggilan Hati

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Espos/Sunaryo Haryo Bayu

Espos/Sunaryo Haryo Bayu

Sebelum menjadi anggota DPD dari Jateng, Poppy Dharsono pernah berniat menjadi gubernur Jateng. Pada ingar-bingar Pilgub 2008, Poppy mencoba masuk ke salah satu partai untuk dicalonkan menjadi gubernur. Ia menyadari politic cost (biaya politik) memang tidak sedikit. Terlebih ada model “mahar” agar berhasil menjadi kandidat dalam suatu partai. “Soal itu saya enggak mau. Saya habis ratusan (juta rupiah) tapi bukan untuk itu, kan butuh operasional,” tuturnya.

Advertisement

Setelah gagal menjadi bakal calon gubernur, setahun kemudian, bersama tim yang sama, ia mantap melaju ke pemilihan anggota DPD. Kerja kerasnya menuai hasil, namanya terpilih bersama tiga orang lainnya dari Jateng. Ia mengaku bukanlah kekuasaan, kehormatan atau uang yang ia cari, melainkan ingin berbuat lebih banyak kepada masyarakat umum. “Saya ingin memberikan apa yang saya punya, ingin mendedikasikan tenaga dan pikiran untuk masyarakat Jateng.”

Poppy mengaku politik bukanlah hal awam baginya. Sejak muda, ia sering membicarakan politik lebih dari yang dilakukan anak muda lainnya. Kehidupan dan pergaulannya tak bisa lepas dari dunia politik. Ia pun tak kaget saat mengetahui praktik-praktik tidak baik saat dia melamar menjadi bakal calon gubernur. Berkiprahnya di dunia politik karena kesadaran diri berbuat banyak ke orang lain. “Ini karena panggilan hati, saya sudah merasa berkecukupan, saya ingin mengabdi pada masyarakat,” ujar dia.

Satu hal yang menurutnya harus dimiliki para politisi dan pejabat pemerintah adalah tidak menjadikan jabatan sebagai sumber penghasilan keluarga. Politisi atau kepala daerah sebaiknya harus mapan dalam hal ekonomi dulu sehingga dapat berpikir lurus, tidak mencoba korupsi dan mencari keuntungan serta maksimal memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Jika masih memikirkan penghasilan dan kepentingan individu maka mudah dapat tergoda dengan harta. “Kalaupun sudah kaya tapi masih juga korupsi, itu namanya rakus,” tegasnya.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif