News
Selasa, 6 Maret 2012 - 10:23 WIB

BI Intervensi, RUPIAH MENGUAT 15 Poin

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Ilustrasi

Advertisement

JAKARTA- Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia membuat nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa (6/3/2012) pagi,  bergerak menguat 15 poin ke posisi Rp9.115 dibanding sebelumnya Rp9.130 per dolar AS.

“Meski diselimuti sentimen negatif nilai tukar rupiah bergerak menguat pada pagi ini,” kata analis pasar uang Treasury Telkom Sigma, Rahadyo Anggoro, di Jakarta.

Advertisement

“Meski diselimuti sentimen negatif nilai tukar rupiah bergerak menguat pada pagi ini,” kata analis pasar uang Treasury Telkom Sigma, Rahadyo Anggoro, di Jakarta.

Ia menjelaskan, penguatan rupiah dikarenakan intervensi dari Bank Indonesia (BI) dikarenakan kuatnya sentimen negatif dari dalam negeri maupun global. “BI intervensi rupiah terhadap dolar AS agar tidak tertekan lebih dalam,” katanya.

Meski demikian, lanjut dia, sentimen dari rencana naiknya bahan bakar minyak (BBM) akan masih menjadi pemicu tekanan bagi mata uang rupiah terhadap doldar AS pada pekan ini dikarenakan secara fundamental kenaikkan itu akan menaikkan inflasi.

Advertisement

Kenaikkan BBM, kata dia, juga akan diikuti oleh naiknya tarif dasar listrik (TDL), kondisi itu menambah sentimen negatif bagi pelaku pasar uang.

Ia menambahkan, perubahan anggaran pemerintah yang disebabkan kenaikkan harga minyak dunia akan menambah utang baru bagi negara sebesar Rp40-50 triliun.

Ia memprediksi, pada perdagangan Rabu (7/3) nilai tukar domestik kembali melemah dikisaran Rp9.985-9.150 per dolar AS.

Advertisement

Sementara, analis Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menambahkan, ekonomi China 2012 diperkirakan tumbuh 7,5 persen. Pernyataan PM Cina Wen Jiabao itu cukup mengagetkan investor.

“Ditengah risiko global yang berasal dari Yunani dan Uni Eropa (UE) mereda, pernyataan itu menjadikan risiko terhadap China semakin serius,” katanya.

Sejak beberapa tahun terakhir, ia mengemukakan, banyak analis memperkirakan Cina akan menuju hard landing tetapi selalu tertahan, bahkan pada 2011 lalu masih mencatat pertumbuhan sebesar 8,9 persen. Antara

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif