Lifestyle
Sabtu, 18 Februari 2012 - 12:51 WIB

MAKANAN TRADISIONAL: Simbolisme dalam Jenang

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jenang Abang Putih (JIBI/SOLOPOS/Ahmad Hartanto)

Jenang Abang Putih (JIBI/SOLOPOS/Ahmad Hartanto)

Salah satu makanan khas Jawa, jenang, tidak lepas dari kebudayaan dan kepercayaan orang Jawa. Beberapa upacara selametan yang digelar keluarga berlatar belakang Jawa selalu menggunakan sajian atau sesajen jenang. “Orang mau melahirkan, atau tujuh bulanan, syukurannya pakai jenang. Dibagikan ke para tetangga,” kata salah satu peserta Festival Jenang, Muryati, saat ditemui Espos di stannya di Ngarsopuro, Solo, Jumat (17/2/2012).

Advertisement

Maksudnya, jenang yang memiliki tekstur sangat lembut, diharap bisa membuat mudah atau lunyu dan lancar dalam persalinannya.

Muryati bergabung di stan Kelurahan Kadipiro. Dia cukup berpengalaman dalam dunia kuliner jenang. “Saya sudah 15 tahun jualan jenang. Saya buka toko di rumah, lokasinya belakang Unisri (Universitas Slamet Riyadi),” kata dia. Menurutnya, banyak pesanan datang dari kalangan keluarga untuk acara syukuran maupun untuk acara-acara di jajaran kelurahan. Jenis kuliner yang memiliki rasa manis dan gurih ini, akunya, sangat digemari semua kalangan.

“Memang jenang termasuk jenis makanan kuno, makanya harus tetap dilestarikan. Acara-acara seperti tujuh bulanan atau jelang persalinan, memakai jenang kan maksudnya biar tetap lestari,” pesannya.

Advertisement

Jangan sampai resep jenang tersebut makin lama makin pudar dan menghilang, tak lagi dapat dinikmati generasi mendatang. Untuk itulah, ia bangga acara semacam ini digelar sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan bagi pelestarian dan pengenalan kuliner khas ini ke masyarakat.

Proses membuat jenang cukup mudah namun membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Langkah pertama yaitu mencampur tepung beras dengan sedikit garam dan santan cair secara merata. Campuran itu kemudian direbus di air mendidih, diaduk terus hingga mengental dan airnya meresap. Jenang sumsum disajikan bersama gula jawa cair dan santan. Bisa juga ditambahkan potongan pisang atau buah nangka.

Beberapa jenis jenang yang disajikan di sejumlah stan tersebut seperti jenang abang dan jenang putih, jenang ketan hitam, jenang sumsum, jenang grundul. Setiap jenang memiliki arti dan makna tersendiri. Jenang abang dan putih yang disajikan dalam satu tempat, dapat diartikan sebagai lambang yang melengkapi satu sama lain, laki-laki dan perempuan, kesejahteraan dan kebahagiaan.

Advertisement

Demikian juga jenang sumsum yang berwarna putih bersih, diartikan sebagai kebersihan hati. Rasa jenang yang manis, sebagai simbol kesejahteraan karena gula merupakan bahan pangan yang hampir dipakai di semua masakan Jawa dan harganya tidak murah. Tekstur yang lengket dapat diartikan persatuan dan kesatuan. Makna atau arti setiap masakan jenang yang bermacam-macam, menandakan adanya keharmonisan dalam keberagaman.

Stan yang sangat ramai diminati pengunjung festival yaitu stan Paguyuban Pedagang Pasar Gede. Di lokasi itu, ada satu jenis jenang yang tak banyak disajikan di tempat lain yaitu jenang sagu. Menurut ketua paguyuban, Jumadi, jenang sagu memiliki arti persaudaraan. “Sagu itu sak paguyuban, artinya satu paguyuban,” kata Jumadi kepada Espos di lokasi. Maksudnya, jenang yang menggambarkan sifat baik seperti guyub rukun, persatuan sesama pedagang.

“Prosesnya, sagu dimasukkan ke air yang mendidih, kemudian diaduk. Ditambahkan gula jawa, pandan, santan, sampai airnya meresap,” tutur Harni, salah satu penjaga stan dan juga salah satu juru masak di acara tersebut. Tampilan jenang sagu yang berwarna kecokelatan ini terlihat kasar dan keras. Namun setelah masuk ke mulut, rupanya jenang ini memiliki tekstur yang lembut, gurih dan manis. Dengan menampilkan jenang sagu sebagai menu saat acara-acara paguyuban, mengingatkan diri akan identitas sosial budaya serta menambah rasa persaudaraan seibu, yaitu dari rahim budaya Jawa.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif