Jumat, 17 Februari 2012 - 19:23 WIB

KEKERASAN KEPADA PEREMPUAN: 1.280 Perempuan di Jateng Jadi Korban

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SEMARANG-Tindak kekerasan terhadap perempuan di Jateng setiap tahun cenderung meningkat. Selama tahun 2011 tercatat sebanyak 1.280 orang perempuan jadi korban kekerasan berbasis gender.

Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM), Irene Koernia Arifajar, mengatakan meningkatkan tindak kekerasan terhadap berbasis gender karena kebijakan pemerintah belum berpihak kepada korban perempuan.

Advertisement

“Dari hasil monitoring yang kami lakukan selama tahun 2011 sebanyak 1.280 perempuan menjadi korban kekerasan, meningkatkan dibandingkan tahun 2010 sebanyak 1.118  orang,” ujarnya kepada Espos di Semarang, Jumat (17/2/2012).

Sebanyak 1.280 perempuan korban kekerasan itu, antara lain kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perkosaan, kekerasan dalam pacaran, prostitusi, pelecehan seksual, buruh migran, dan perdagangan perempuan atau trafficking.

Dari korban sebanyak itu, lanjut dia, sebanyak 40 orang perempuan meninggal dunia. Korban meninggal dunia paling banyak menimpa buruh migran sebanyak 21 orang, disusul kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 10 orang.

Advertisement

“Tingginya korban buruh migran ini menunjukkan masih lemahnya perlindungan pemerintah terhadap pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri,” katanya.

Berdasarkan data LRC-KJHAM, jumlah kasus buruh migran perempuan di Jateng sebanyak 110 kasus, dengan korban sebanyak 169 orang perempuan. Kasus KDRT tercatat 197 kasus dengan 227 perempuan menjadi korbannya. Sedang perkosaan sebanyak 140 kasus dengan 172 korban perempuan.

Kasus kekerasan dalam pacaran sebanyak 137 kasus, dengan korban 139 orang perempuan, pelecehan seksual sebanyak enam kasus, dengan korban 11 orang perempuan, perdagangan perempuan 20 kasus, dengan korban 50 orang.

Advertisement

”Korban paling banyak yakni kasus prostitusi dari 35 kasus, korbannya 505 perempuan, di mana terdapat 60 orang anak-anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK),” ujarnya.

Direktur LRC-KJHAM, Fatkhuroji, menambahkan, payung hukum untuk menangani kekerasan terhadap perempuan berbasis gender yang diterapkan pemerintah sejak 1984 belum berjalan efektif.
Dari peraturan perlindungan dan kekerasan terhadap perempuan, lanjut dia,  aplikasinya banyak kendala di lapangan antara lain peraturan tersebut hanya mengakomodasi laporan serta aduan dengan bentuk kekerasan fisik.

”Sedang untuk kekerasan seksual dan kekerasan psikis perempuan belum dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan. Padahal banyak perempuan yang tersakiti secara psikis,” kata dia. JIBI/SOLOPOS/Insetyonoto

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif