Tokoh
Senin, 6 Februari 2012 - 13:24 WIB

IDA PUJI ASTUTI: Tak Asing Dengan Diskriminasi

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ida Puji Astuti (JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri)

Ida Puji Astuti (JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri)

Melihat keseharian Ida Puji Astuti, jelas tergambarsosoknya yang riang, ramah dan tangguh. Sebagai perempuan penyandang disabilitas, pengelola data di Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial (LKTS) itu seakan tak pernah kehilangan semangat menjalani seabrek aktivitas.
Advertisement

Tapi siapa sangka, dulu dia pernah mengalami diskriminasi akibat keterbatasan fisiknya. Ya, Ida memang agak berbeda dengan rekan-rekannya. Dia hanya memiliki tinggi tubuh 110 cm, jauh dari ukuran normal rekan-rekan seusianya. Menurut Ida, kelainan itu berawal ketika dia terjatuh dari gendongan saat berusia tiga tahun dan mengalami kejang-kejang.
“Dulu katanya sebelum itu pertumbuhan saya normal. Keluarga saya juga normal, adik lelaki saya tingginya 175 cm. Orang tua juga normal,” tutur Ida.

Ida menuturkan selama di bangku sekolah hingga kuliah tak pernah mengalami kendala terkait kondisi fisiknya. Keluarga, guru, hingga teman-temannya selalu mendukung. Tetapi diskriminasi dialaminya saat dia terjun ke dunia kerja. Buntutnya, alumnus Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada ini harus rela menganggur selama tiga tahun.

“Saya baru merasakan ada diskriminasi ketika akan mencari kerja itu. Walaupun kualifikasi saya memenuhi, saya pasti selalu gagal ketika masuk sesi wawancara. Hal itu sudah terjadi berulang kali, tak terhitung,” ungkapnya.

Advertisement

Tak heran, Ida sangat bersyukur ketika bergabung dengan LKTS pada akhir 2007. Di sana dia mulai bisa mengaktualisasi diri tanpa dibatasi oleh kondisi fisiknya. Dia bisa banyak menekuni hal yang sangat disukainya sejak dulu, yaitu menulis dan berinteraksi dengan banyak orang. Ida banyak mengirimkan tulisannya ke media massa atau mengikuti lomba-lomba, meski mengaku belum pernah menang.

“Kepedulian saya adalah perempuan penyandang disabilitas. Ternyata permasalahannya sangat kompleks. Kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia sangat memprihatinkan. Saya ini termasuk beruntung karena mendapat dukungan penuh dari keluarga dan teman-teman. Kalau yang lain belum tentu seberuntung saya,” bebernya.

Ida berharap kaum disabilitas di Tanah Air lebih mendapat dukungan, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Sedangkan harapan pribadinya adalah segera menikah. “Kalau menikah jelas ingin sekali,” ujarnya sembari tertawa lepas.

Advertisement

JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif