Kolom
Jumat, 3 Februari 2012 - 11:21 WIB

Maulid Nabi & Pembangunan Karakter

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Minsih, Dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Alumnus Pondok Pesantren Modern Islam Walisongo Ponorogo (FOTO/Istimewa)

Minsih, Dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Alumnus Pondok Pesantren Modern Islam Walisongo Ponorogo (FOTO/Istimewa)

Diskursus mengenai bagaimana membangun  karakter dewasa ini semakin menarik untuk diperhatikan sebagai upaya mengentaskan permasalahan krusial bangsa dalam membangun peradaban yang berkarakter. Perbincangan mengenai pengembangan karakter tentunya akan semakin berbobot manakala menghimpun dari beragam perspektif, utamanya perspektif agama dan secara khusus agama Islam. Pembangunan karakter selaras dengan tugas utama diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi (innama buistu li utammima makarimal akhlak) yang kita peringati hari kelahirannya pada Minggu (5/2/2012).
Karakter yang dalam bahasa agama disebut dengan akhlak merupakan kepribadian yang memengaruhi keseluruhan sikap dan perilaku manusia. Akhlak mulia atau karakter kuat tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap individu begitu ia dilahirkan, namun memerlukan proses panjang melalui faktor  nature  dan nurture.
Faktor nature (faktor alami atau fitrah) bersifat potensial yang mengandung pengertian bahwa setiap manusia memiliki kecendrungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan, namun belum termanifestasikan ketika anak terlahir. Adapun faktor nurture (pendidikan dan lingkungan) bersifat aktual. Fitrah yang ada pada manusia tersebut diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pendidikan (Megawangi, 2004).
Konsep membangun karakter (character building) dalam Islam diadopsi dari keseluruhan perjalanan hidup Rasulullah dari lahir hingga wafat. Sebagai pengemban amanat risalah kenabian yang bertugas menyempurnakan akhlak manusia,  Rasulullah memiliki karakter paripurna yang menjadi contoh teladan bagi umat manusia.   Karakter kuat yang dimiliki Rasulullah tidak terbentuk secara instan sebagai sebuah mukjizat semata, namun terbentuk melalui proses panjang yang dapat dipelajari dan diterapkan oleh umat manusia.
Proses menjadi insan berkarakter tidak dilalui Rasullah secara mudah melalui kesenangan dan kegelimangan harta, namun dilaluinya dengan penuh keterbatasan. Rasulullah menempuh proses kehidupan yang benar sesuai dengan sunatulah (hukum alam). Karakter-karakter yang dimilikinya  merupakan buah dari pendidikan ketika masih kecil dan remaja.
Predikat yatim tidak membuat beliau tersisih dari kehidupan, bahkan sebaliknya menjadikannya tokoh paling berpengaruh di seluruh dunia. Di tangan ibunya terbentuk karakter kasih sayang dan  kesabaran. Di tangan kakeknya terbentuk  karakter bijak. Di tangan pamannya terbentuk karakter kepemimpinan yang merakyat dan demokratis, serta berdampingan dengan istri tercinta, Siti Khadijah, karakter entrepreneurship yang dimilikinya semakin terasah.

Advertisement

Buah Tantangan
Jakoep Ezra, seorang ahli tentang karakter, menjelaskan karakter adalah kekuatan untuk bertahan pada masa sulit. Karakter yang berkualitas adalah sebuah respons yang teruji berkali-kali dan berbuahkan keberhasilan. Seseorang yang berkali-kali melewati kesulitan dengan keberhasilan akan memiliki kualitas yang baik. Tidak ada kualitas yang tidak diuji. Apabila  ingin berkualitas, tidak ada cara yang lebih ampuh kecuali menempuh ujian. Ujian bisa berupa tantangan, tekanan, kesulitan, penderitaan, hal-hal yang tidak kita sukai. Jika kita berhasil melewatinya, bukan hanya sekali tapi berkali-kali, kita akan memiliki kualitas tersebut (Saifuddin Dhuhri, 2010).
Salah satu karakter yang kiranya semakin menjauh dari bangsa ini adalah keberanian menghadapi tantangan. Padahal telah menjadi sunatulah bahwa orang yang mampu menjawab tantangan dan keluar dari cobaan adalah orang yang berhasil dan memperoleh derajat yang tinggi. Manusia besar selalu hidup  penuh dengan cobaan dan tantangan. Perbedaan antara manusia biasa dengan manusia luar biasa adalah terletak pada cara memandang cobaan dan tantangan tersebut.
Manusia besar seperti Rasulullah selalu memandang cobaan dan tantangan sebagai ujian dari Allah SWT serta senantiasa menghadapi ujian tersebut sebagai kehormatan dan anugerah. Bukan keluhan yang keluar dari bibirnya  dalam menghadapi cobaan dan tantangan, namun justru puji-pujian terhadap anugerah tersebut.
Terdapat sebuah ungkapan  yang dapat kita renungkan bersama yaitu kebudayaan besar selalu lahir dari masyarakat yang  mempunyai sejarah tantangan besar pula. Arnold Y Toyabee dalam bukunya The Study of History menyatakan timbulnya kebudayaan adalah tantangan yang dapat dijawab oleh manusia.
Sebagaimana masyarakat Mesir yang terkenal sejak dahulu kala dengan keahliannya dalam bidang irigasi lahan pertanian. Setiap tahun mereka menghadapi tantangan banjir besar dari Sungai Nil yang selalu menghancurkan ribuan hektare lahan pertanian mereka. Demikian juga dengan masyarakat negara kincir angin, Belanda, yang dikenal keahliannya dalam bidang dam atau bendungan karena daerah mereka berada di bawah permukaan laut.
Melihat hal ini, tidak mustahil bangsa Indonesia yang saat ini ditimpa banyak musibah akan menjadi bangsa yang besar ketika mampu menjawab tantangan tersebut. Yang dibutuhkan bangsa ini hanyalah kesabaran dan kerja keras  menemukan jalan keluar dengan mengoptimalkan potensi yang telah diberikan Allah SWT. Tantangan akan selalu memunculkan kreativitas untuk mengatasinya, dan alam akan senantiasa mengajari manusia untuk berkreasi dan berinovasi, walaupun  harus jatuh bangun karenanya.
Salah satu tantangan besar bangsa yang di hadapan kita adalah era perdagangan bebas. Kita harus menjadikan perdagangan bebas sebagai sebuah peluang, bukan justru lari dari kenyataan. Sebagai bangsa yang besar kita`harus mampu memenangkan persaingan dengan bangsa-bangsa lain yang pada akhirnya akan  mengantarkan bangsa ini  memasuki babak kebangkitan baru yang mengagumkan.

Ciri Pemimpin
Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari karakter pemimpinnya. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, dengan berbekal karakter kuat beliau mampu mengubah  masyarakat, negara, bahkan dunia. Sesungguhnya sesuatu yang keluar dari pribadi yang baik pasti akan memunculkan sikap dan perilaku yang baik pula yang pada akhirnya akan menimbulkan kekuatan  luar biasa.
Krisis kepemimpinan yang sedang melanda bangsa ini tidak lepas dari krisis karakter para pemimpinnya. Model kepemimpinan yang korup dan senantiasa  membodohi rakyat menjadi pemandangan umum di negeri ini. Para pemimpin seakan tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur negeri ini, karena kewibawaan dan kekuatan moral sudah tidak lagi dimiliki. Apa yang mereka kerjakan justru mendatangkan laknat, bukan rahmat. Inilah potret sebuah negeri yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak memegang amanat.
Kiranya, sudah saatnya kita memperbaiki diri. Karakter Rasulullah yang merupakan karakter Alquran dapat menjadi teladan bagi kita semua sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak. Sebenarnya tidak sulit bagi kita untuk mencontoh karakter Rasulullah karena beliau berasal dari jenis kita sendiri, yaitu seorang manusia biasa yang mempunyai kemampuan dasar dan hawa nafsu yang sama dengan kita.
Sudah seharusnya kita mengambil suri teladan apa yang ada pada diri Rasulullah dengan penuh kecintaan. Cinta menurut Imam Syafi’i identik dengan kedekatan. Kedekatan identik dengan keserupaan. Ketika seseorang  mencintai orang lain, ia akan berusaha untuk dekat dengannya. Dalam kedekatannya tersebut ia juga berusaha untuk serupa dengan sifat, sikap dan perilaku orang yang dicintainya. Inilah bentuk kongkret kecintaan kita terhadap Rasulullah.  Sudahkah kita memulainya?

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif