SOLO–Para pedagang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pedagang Sriwedari (Foksri) bakal mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class actions) terkait rencana Pemkot Solo menaikkan retribusi para pedagang di kawasan tersebut.
Mereka bahkan akan menjadikan forum sosialisasi kenaikan retribusi yang rencananya digelar di Gedung Wayang Orang (GWO), Kamis (2/2/2012) hari ini sebagai forum penolakan.
“Perda soal kenaikan retribusi itu kami nilai cacat hukum. Kami akan ajukan class actions jika Pemkot masih saja nekad menaikkan tarif seenaknya,” tegas Ketua Foksri Bidang Ekstrenal Kusuma Putro kepada Espos, Rabu (1/2/2012).
Kusumo mencatat ada sejumlah pelanggaran hukum terkait rencana kenaikan retribusi di Sriwedari. Pertama, Pemkot tak pernah melibatkan pedagang sama sekali ketika akan menaikkan retribusi. Kedua, kenaikan retribusi yang mencapai 200%-300% adalah bentuk pemerasan dan pengusiran secara halus.
“Bayangkan saja, retribusi THR Sriwedari mencapai Rp35 juta/ bulan. Ini kan sama dengan pemerasan atas nama PAD (pendapatan asli daerah-red),” tegasnya.
Pelanggaran ketiga, kata Kusumo, tanah Sriwedari hingga saat ini masih belum memiliki ketetapan hukum atau masih bersengketa. Sehingga, Pemkot dinilai tak memiliki hak untuk menaikkan retribusi.
Pelanggaran yang terakhir, sambungnya, kebijakan itu dinilai tebang pillih. Sebab, ketika kenaikan retribusi Sriwedari itu tak diikuti dengan kenaikan retribusi pasar-pasar lainnya.
Atas kondisi itulah, pedagang yang berjumlah 850-an pedagang itu mendesak Pemkot Solo untuk mengkaji ulang rencana kenaikan retribusi. Sebab, kebijakan tersebut dinilai Kusumo sangat ironis lantaran kondisi pedagang Sriwedari selama ini tak pernah diperhatikan sama sekali oleh Pemkot. “Lihatlah banyak fasilitas umum rusak tak diperbaiki. Sekarang, malah akan menaikkan retribusi,” tegasnya.
Informasi yang dihimpun Espos, para pedagang Sriwedari akan menerima sosialisasi terkait kenaikan retribusi di GWO.
JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto