Kolom Jogja
Selasa, 31 Januari 2012 - 09:49 WIB

Investment Grade dan Gejolak Perburuhan

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Aksi demonstrasi ribuan buruh di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat 27 Januari lalu, tidak boleh dianggap enteng. Pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan (para stake holders) harus memberikan perhatian yang serius, agar demo tidak menular dan meluas ke lokasi lain. Terlebih belum lama, yakni di awal Januari 2012, Lembaga Pemeringkat Investasi, Moody’s telah menaikkan peringkat surat utang pemerintah Indonesia dalam denominasi rupiah dan mata uang asing, dari Ba1 menjadi Baa3 atau masuk dalam kategori peringkat investasi (investment grade) dengan outlook stable.

Beberapa kunci pendorong peningkatan peringkat surat utang Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan, dan tahan terhadap kejutan eksternal, kebijakan yang mampu menahan kelemahan sektor keuangan, serta sistem perbankan yang sehat. Pertumbuhan ekonomi yang kuat juga diiringi dengan sehatnya posisi pembayaran eksternal yang didukung aliran  besar dana investasi asing. Selain itu, ekspektasi inflasi berada dalam posisi stabil dan rendah.

Advertisement

Manajemen fiskal yang berhati-hati membuat defisit anggaran Indonesia menjadi rendah, dan menurunkan rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebagai hasilnya, rasio fiskal  Indonesia telah melewati beberapa negara yang peringkatnya lebih tinggi. Oleh sebab itu, berbagai gejolak perburuhan semacam demonstrasi buruh dalam skala besar dan meluas, bisa-bisa mengganggu posisi surat utang Indonesia yang cenderung meningkat tersebut.

Kontraproduktif

Advertisement

Kontraproduktif

Kenaikan status ‘layak investasi,’ selayaknya disambut baik dengan mengusahakan relasi/ hubungan yang semakin membaik, saling menghormati dan produktif antara pemerintah, pengusaha dan kaum buruh. Dengan demikian, para investor (baik yang memilih bentuk investasi portfolio maupun sektor riil) tidak segan-segan membenamkan dana investasinya ke berbagai wilayah Indonesia. Namun, kalau kondisi perburuhan di tanah air kurang kondusif, bisa dipastikan akan menghambat iklim investasi di Indonesia, dan peningkatan pemeringkat di atas menjadi mubazir belaka. Kalau ini terjadi, merupakan langkah kontraproduktif.

Padahal, para investor ini sangat mempertimbangkan masak-masak aspek/masalah perburuhan ini. Maklum, persaingan upah buruh dengan beberapa negara tetangga belakangan ini sudah demikian kopetitifnya.

Advertisement

Para investor ini jelas akan sangat mempertimbangan masalah upah buruh ini, karena merupakan komponen terbesar, yang bisa memengaruhi biaya produksi dan ujungnya harga komoditas/ jasa. Mereka akan berhitung cermat dalam masalah ini.

Kalau kompetisi dalam masalah upah buruh ini kalah, bisa dipastikan para investor akan lebih senang membenamkan dananya di negara-negara yang upah buruhnya paling rendah dan tidak memiliki gejolak perburuhan yang begitu tinggi.

Oleh sebab itu, pemerintah (baik pusat maupun daerah) sebaiknya duduk bersama dengan para pengusaha, untuk merundingkan dan menangani aksi demo buruh ini dengan serius dan bijaksana. Jangan sampai aksi buruh semacam ini berkembang menjadi perbuatan anarkis dan mengarah ke soal kelas (kasta), strata sosial, bahkan ke arah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Kondisi ini harus bisa ditangani segera oleh pemda setempat, karena akan merugikan kita semua, masyarakat Indonesia keseluruhan.

Advertisement

Terlebih, semenjak otonomi daerah diberlakukan, masalah upah minimum kota/kabupaten (UMK) (dimana sebelumnya merupakan UMR/ atau UMP), menjadi persoalan yang tidak pernah selesai dibicarakan. Di beberapa daerah terjadi ketidaksepakatan masalah UMK ini.

Setiap akan ditentukan oleh pemda, dipastikan akan tetap ada tarik menarik kepentingan antara pengusaha dan para buruh. Di satu sisi para buruh mengharapkan UMK-bisa naik setinggi mungkin, sementara si pengusaha berupaya menekan UMK serendah mungkin.

Untuk itu, pemda setempat sebaiknya bisa menjembatani dua kepentingan yang belum bertemu itu. Sudah saatnya semua bisa duduk bersama membicarakan masalah ini dengan tuntas. Pemda hanya memfasilitasi saja. Semua pihak harus berpikir strategis bahwa kepentingan nasional, jauh lebih utama ketimbang kepentingan pribadi/individu. Bahwa kenaikan rating layak investasi harus dijadikan agenda besar kita pada 2012 ini. Jangan sampai, negeri  ini tidak mendapatkan apa-apa di balik kenaikan peringkat layak investasi itu. Itu namanya gigit jari di tengah melimpahnya kesempatan yang tersedia…

Advertisement

 Oleh; Susidarto

Pemerhati masalah sosial eknomi

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif