Soloraya
Kamis, 26 Januari 2012 - 17:29 WIB

PENGELOLAAN MALIAWAN: Pemkot Siapkan Analisa Untung Rugi

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Budi Suharto (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Budi Suharto (JIBI/SOLOPOS/Dok)

SOLO – Pemkot Solo menyiapkan analisa untung rugi terkait pengelolaan Hotel Maliawan dan akan menggunakan hasil analisa itu sebagai bahan argumentasi perlunya melepaskan hotel di objek wisata Tawangmangu, Karanganyar itu dari aset Pemkot. Langkah ini untuk antisipasi seandainya DPRD benar-benar menolak permohonan Permit yang diajukan Pemkot.

Advertisement

Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Suharto, Kamis (26/1/2012) mengakui hingga kini belum menerima jawaban secara resmi dari DPRD terkait permohonan Permit yang diajukan Pemkot untuk melepaskan Hotel Maliawan. Budi mengaku hanya mendengar dari pemberitaan di media massa bahwa DPRD bersikukuh agar Pemkot mempertahankan hotel tersebut. Dalam berbagai pemberitaan itu, DPRD bahkan merekomendasikan Pemkot agar mengajukan permohonan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng agar menghibahkan tanah Hotel Maliawan itu ke Pemkot.

“Apapun keputusan DPRD mengenai Permit yang kami ajukan harus dihargai. Itu hak mereka, artinya kami juga akan merespons, jika Dewan mengatakan bahwa ini tidak bisa dan menginginkan tanah itu dihibahkan ke Pemkot, kami punya argumentasi, reasoning atau alasan untuk melepas Maliawan. Kami akan gunakan analisis cost and benefit sebagai argumentasi,” jelasnya.

Budi menegaskan sangat penting untuk mempertimbangkan biaya dan manfaat, untung dan rugi, dari kepemilikan dan pengelolaan Hotel Maliawan. Sebelumnya, Budi mengungkapkan antara biaya yang harus dikeluarkan Pemkot untuk pemeliharaan dan pengelolaan bangunan Hotel Maliawan dengan manfaat yang bisa diperoleh, Pemkot lebih banyak rugi. Kepemilikan atas aset tersebut, diakui Budi, bahkan lebih banyak menjadi beban bagi keuangan Pemkot.

Advertisement

Menurutnya, dalam setahun biaya yang harus dikeluarkan rata-rata mencapai Rp300 juta. Sementara pemasukan yang diperoleh hanya sekitar Rp40 juta. Dari sisi kemanfaatan, jika dalihnya hotel itu dipertahankan agar mudah mencari tempat untuk mengadakan rapat tertutup, hal itu dinilai Budi tidak masuk akal. Sebab, untuk mengadakan rapat semacam itu tidak perlu harus ke Hotel Maliawan. Selain itu, prospek kunjungan wisata ke Tawangmangu juga dinilai Budi tidak terlalu menjanjikan. Hampir tidak pernah kunjungan wisatawan ke kawasan wisata itu sampai membeludak.

“Menurut kami, untuk mendapatkan manfaat Pemkot tidak perlu didorong pada kepemilikan. Contoh kasus untuk bisa memanfaatkan mobil untuk kendaraan operasional kan tidak harus memiliki tapi bisa pakai rental. Bahkan untuk pegawai seperti bidang keamanan, kebersihan, juga sudah mulai didorong ke arah outsourcing kan?” kata Budi.

Sebagaimana diberitakan, untuk kedua kalinya Pemkot mengajukan permohonan Permit pelepasan Hotel Maliawan. Namun DPRD condong agar Pemkot mempertahankan Hotel Maliawan. Tidak jelas apa alasannya, bahkan DPRD belakangan mendorong Pemkot agar mengajukan permohonan ke Pemprov Jateng untuk menghibahkan tanah tempat hotel itu berdiri kepada Pemkot.

Advertisement

JIBI/SOLOPOS/Suharsih

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif