News
Kamis, 19 Januari 2012 - 20:21 WIB

LEGALITAS KAYU: Pengurusan SVLK Bisa Secara Kolektif

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi mebel (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

SOLO – Pengajuan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dimungkinkan secara kolektif. Sistem ini mulai diterapkan di kalangan pengelola hutan dalam skala kecil mengingat keterbatasan biaya dan sumber daya manusia (SDM). Biaya untuk proses SVLK diperkirakan mencapai Rp40 juta.
Advertisement

SVLK sistem kolektif juga diharapkan bisa diterapkan di kalangan perajin mebel yang selama ini menjadi pemasok mebel untuk ekspor. Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Solo, David R Wijaya, mengatakan eksportir mebel Soloraya memang tercatat hanya 200 pelaku usaha. Namun, jika dirunut lebih jauh, masing-masing eksportir menggandeng lebih dari satu perajin mebel.

Persoalan muncul lantaran tidak semua perajin mebel memiliki legalitas berupa perizinan usaha. “Eksportir tidak semuanya pengusaha besar, ada pengusaha kecil yang bahkan belum tentu ekspor satu kontainer per bulan. Belum lagi banyak eksportir yang bergantung pada perajin mebel. Legalitasnya saja tidak punya bagaimana soal SVLK. Saya pikir akan baik jika SVLK bisa diperoleh secara kolektif,” terang David, saat ditemui wartawan, di sela-sela acara sosialisasi SVLK dengan tema Menuju Perdagangan Global Kayu Legal Indonesia, di The Sunan Hotel, Kamis (19/1/2012).

Saat ini, David melanjutkan kemungkinan untuk mendapatkan SVLK secara koletif terbuka. Terlebih dengan disempurnakannya regulasi menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2011. Dia berharap teknis mengenai pengajuan SVLK koletif ini segera jelas, sehingga pihaknya bisa secepatnya menghimpun pelaku usaha Soloraya untuk segera menyiapkan diri. Bagaimana pun, pemberlakukan SVLK di 2013 harus disikapi jauh hari.

Advertisement

Tanpa SVLK eksportir tidak bisa menembus pasar-pasar utama, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Padahal pasar Amerika dan Eropa selama ini menjadi tujuan utama ekspor Soloraya. Disinggung mengenai kemungkinan pengaruh pemberlakuan SVLK terhadap ekspor, David menilai sepanjang belum berlaku tidak masalah. Namun, kini pelaku usaha mau tak mau harus menyiapkan diri jika tidak ingin kehilangan pasar. Apalagi proses untuk mendapat SVLK dikabarkan mencapai beberapa bulan. “Ini sedang diupayakan. Makanya kita sering-sering sosialisasi.”

Legality Governance Facilitator dari Multistakeholder Foresty Programme (MFP), Rio Rovihandono, mengakui keberadaan SVLK sangat dibutuhkan setelah negara-negara tujuan ekspor kian menegaskan sikap terhadap kayu ilegal. Untuk itu, pemerintah rajin melakukan sosialisasi SVLK. Diharapkan, sosialisasi yang dihelat di Solo dengan mengundang sedikitnya 100 orang pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi dan kluster industri mebel Jawa Tengah ini, mendorong mereka lekas mengantongi sertifikat SVLK.

JIBI/SOLOPOS/Tika Sekar Arum

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif