Soloraya
Rabu, 22 Juni 2011 - 07:11 WIB

Penambang emas tradisional Jendi, bertahan di tengah berbagai kesulitan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - SEDERHANA -- Liang tambang tradisional terlihat di kawasan pertambangan emas rakyat di Jendi, Wonogiri. (JIBI/SOLOPOS/Suharsih)

Munculnya klaim perusahaan tambang Augur Resources tentang kandungan deposit emas di perbukitan Randu Kuning, Wonogiri, membuat penambang tradisional di Jendi, Selogiri terusik. Bagaimana mereka bertahan?

SEDERHANA -- Liang tambang tradisional terlihat di kawasan pertambangan emas rakyat di Jendi, Wonogiri. (JIBI/SOLOPOS/Suharsih)

Advertisement
Tambang emas tradisional itu terletak di wilayah Dusun Giritan, Desa Jendi, Selogiri. Panas matahari nan terik membakar di atas ubun-ubun. Namun tampaknya hal itu tak dipedulikan oleh sekelompok orang yang ada di puncak bukit Randu Kuning di belakang dusun itu.

Mereka menggali di dalam lubang, memasukkan bebatuan yang diperkirakan mengandung emas ke dalam karung lalu menggelindingkan karung-karung seberat puluhan kilogram itu ke bawah. Sejurus kemudian sejumlah tukang angkut dengan gesit memanggul karung-karung itu ke bawah bukit menuju desa melalui jalan sempit berliku.

Di salah satu rumah di Dusun Giritan, Mahfudi, tengah memilah batu-batu yang, sehari sebelumnya, telah diangkut dari atas bukit. Batu yang telah dipecah seukuran kerikil itu selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung yang dipasang pada mesin pemutar. Mesin itu digerakkan menggunakan listrik dan dinamo untuk menghancurkan batu menjadi lumpur dan memisahkan emas yang menempel pada lapisannya.

Advertisement

Menggali, mengangkut, memilah dan menggiling batu di dalam tabung penggelundung untuk memisahkan butiran-butiran emas di dalamnya merupakan aktivitas keseharian para penambang tradisional di Desa Jendi, Selogiri. Kabar bahwa sebuah perusahaan asal Australia baru saja merilis temuan mereka mengenai cadangan emas dalam skala besar di bukit Randu Kuning di belakang desa mereka seolah kabar yang berasal dari dunia jauh.

Bukan berarti mereka tidak peduli. Bagaimanapun, jika ada sebuah perusahaan yang berminat terhadap emas-emas di wilayah mereka, tentunya sumber penghidupan mereka bisa terancam. Selama bertahun-tahun, sebagian besar warga di desa itu menggantungkan hidup dari menambang emas secara tradisional.

“Jelas kami sangat tidak setuju jika ada perusahaan atau investor yang ingin melakukan eksploitasi kandungan emas di wilayah ini secara besar-besaran. Selain merugikan warga seperti kami juga membahayakan lingkungan,” ujar Mahfudi. Dia mengaku dengan 10 tabung penggelundung, dalam sepekan ia bisa mendapatkan sekitar 5 gram emas, yang jika dirupiahkan bisa mencapai Rp 2 juta. Jumlah yang lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehingga menambang emas pun telah menjadi gantungan hidupnya.

Advertisement

Jual tanah
Hal senada disampaikan Larjo. Tetangga Mahfudi ini juga tidak berharap ada investor yang mengekploitasi tambang emas di Jendi secara besar-besaran. Lebih jauh dia berharap adanya kabar mengenai temuan emas dalam jumlah besar di Randu Kuning tidak akan membuat para pemilik tanah tergiur untuk menjual tanah mereka ke pihak investor.

“Tanah yang mengandung emas itu hampir seluruhnya besertifikat hak milik atas nama warga. Kami para penambang mengambil batu-batu di tanah itu dengan membayar sejumlah uang tiap pekannya kepada pemilik tanah. Kalau pemilik tanah menjual tanah mereka ke investor, habislah nasib kami,” katanya.

Informasi yang diperoleh Espos, di desa itu ada sekitar 50 penambang emas tradisional. Selama ini mereka telah hidup damai berdampingan mengais rezeki dari batu mulia itu. Bahkan ketika PT Alexis Perdana Mineral (APM) datang untuk memulai eksplorasi mereka menyambut positif karena mereka tahu kegiatan perusahaan itu hanya untuk penelitian, bukan eksploitasi, dan tidak akan mengusik keberadaan para penambang.

Suharsih

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif