News
Minggu, 27 November 2011 - 20:11 WIB

Sekolah inklusi baru sekadar label

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - INKLUSI --

INKLUSI -- Suasana kelas di SD Adzkia, Solo, beberapa waktu lalu. Sekolah ini termasuk yang menerapkan pendidikan inklusi. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solo (Solopos.com) – Mengacu konsep pendidikan untuk semua atau education for all, sekolah inklusi harus memiliki komitmen untuk memberikan pendidikan secara layak bagi Anak berkebutuhan khusus (ABK), termasuk ketersediaan guru yang memiliki kemampuan untuk mendidik siswa.
Advertisement

Menurut terapis tuna rungu Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC) Solo, Bekti Pratiwi, kondisi yang sekarang ini terjadi di lapangan orangtua yang memiliki ABK mengaku kesulitan memperoleh sekolah yang dekat di lingkungan rumah. Hal ini dinilai merepotkan lantaran tidak semua sekolah memiliki pendidikan yang dilengkapi fasilitas mendukung bagi siswa ABK. Sekalipun sejumlah sekolah ada yang menyediakan layanan pendidikan tersebut namun orangtua siswa harus merogoh kocek lebih dalam lantaran sekolah membutuhkan biaya ekstra untuk membayar guru khusus dan terapis.

“Padahal kondisinya tidak semua orang mampu menyekolahkan anak mereka di sekolah yang biaya pendidikannya “mahal”,” ungkap dia saat dijumpai Espos di SD Al Firdaus,Solo, akhir pekan lalu. Kebijakan pemerintah meningkatkan jumlah penyelenggarakan sekolah inklusi memang menjadi angin segar bagi masyarakat. Namun demikian sekolah tersebut seharusnya bukan hanya memasang label tetapi juga berkomitmen mendapatkan pelayanan secara layak. Menurutnya, sejumlah sekolah menolak siswa lantaran mereka tak memiliki guru yang mampu memberikan pendidikan bagi siswa ABK. Kondisi ini menurut Bekti suatu hal yang memprihatinkan, siswa ABK tidak memperoleh hak pendidikan secara mudah dan layak.

“Mengacu konsep education for all siswa ABK masih dianak tirikan dan tidak mendapatkan hak pendidikan secara utuh,” jelas dia.

Advertisement

Ke depan, sekolah harus bersikap aktif apabila di lingkungan sekolah terdapat ABK yang ingin menyenyam pendidikan. Mereka harus mengusahakan sekolah tersebut menjadi inklusi. Menurutnya, ABK membutuhkan akses yang lebih mudah, jika sekolah mereka berjauhan dengan lokasi rumah hal tersebut menjadi hambatan tersendiri bagi mereka.

“Kemudahan akses adalah kunci utama agar ABK mendapatkan pendidikan secara layak,” jelasnya.

Diungkapkan konsultan anak autis Sekolah Lanjutan Autis Fredofios, Yogyakarta, Fred Vrugteveen, komunikasi efektif antara guru dan orangtua siswa dapat menepis hambatan yang dihadapi siswa di sekolah. Terkait ini dirinya memberikan tips dengan cara memberikan catatan khusus baik secara lisan maupun tulisan kepada orangtua siswa, kegiatan ini dapat dilakukan minimal sepekan sekali. “Keterbukaan informasi dan pengalaman antara guru dan orangtua mampu memberikan nilai positif bagi ABK,” ungkap dia.

Advertisement

das

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif