Soloraya
Kamis, 2 Mei 2024 - 17:52 WIB

Upah Layak Masih Jadi Isu Utama Buruh Wonogiri pada Peringatan May Day 2024

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi upah pekerja. (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Upah layak masih menjadi isu utama yang diperjuangkan oleh para pekerja atau buruh di Wonogiri pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2024. Mereka mengeluhkan upah minimum kabupaten (UMK) yang masih rendah.

Mereka menilai UMK yang mereka dapatkan saat ini belum layak. Para pekerja itu perlu bekerja paruh waktu di tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup di Wonogiri.

Advertisement

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Wonogiri, Seswanto, mengatakan UMK Wonogiri senilai Rp2.047.500 pada 2024 ini sebenarnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja apalagi yang sudah berkeluarga.

Jika dihitung antara pengeluaran bulanan untuk mencukupi kebutuhan pokok dengan pemasukan kerja senilai UMK masih tidak seimbang.

Advertisement

Jika dihitung antara pengeluaran bulanan untuk mencukupi kebutuhan pokok dengan pemasukan kerja senilai UMK masih tidak seimbang.

“Untuk saat ini, dihitung dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok, UMK di Wonogiri belum bisa mencukupi kebutuhan hidup pekerja,” kata Seswanto saat ditemui Solopos.com selepas acara sarasehan peringatan May Day di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerperin) Wonogiri, Kamis (2/4/2024).

Belum lagi, kata dia, pekerja yang harus menyewa kamar indekos atau mengontrak rumah di Wonogiri. Menurut dia, harga sewa indekos di Wonogiri saat ini sudah menyentuh Rp500.000/bulan. Harga sewa senilai itu sangat berat bagi pekerja yang hanya berpenghasilan sekitar Rp2 juta/bulan.

Advertisement

Perusahaan atau pihak terkait perlu menyubsidi harga sewa tempat tinggal itu. “Itu yang kami sampaikan, karena sewa indekos atau kontrak rumah Rp500.000/buan di Wonogiri sudah tidak seimbang dengan pendapatan pekerja. Belum lagi mereka harus mencukupi kebutuhan hidup,” jelas dia.

Dia melanjutkan permasalahan lain yang dihadapi tenaga kerja Wonogiri yaitu terkait status tenaga kontrak. Menurut dia, banyak pekerja perusahaan di Wonogiri yang hanya dipekerjakan sebagai pekerja harian dalam waktu lama.

Status Pekerja Harian

Padahal pekerja harian memiliki batas waktu maksimal 21 hari. Perusahaan wajib mengangkat status pekerja harian itu menjadi karyawan kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu.

Advertisement

”Yang jadi sulit itu, pekerjanya sendiri tidak mempermasalahkan status tenaga kerja mereka tidak sesuai aturan. Ini yang kadang menyulitkan, saya tidak tahu apakah mereka memang tidak tahu aturannya atau bagaimana,” ucap Seswanto.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Wonogiri, Iqbal Makruf, menyampaikan UMK yang diterima pekerja di Wonogiri saat ini belum layak. Banyak pekerja yang harus mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama penuh waktu di perusahaan.

Mereka terpaksa melakukan itu karena upah yang mereka terima dari perusahaan tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup di Wonogiri.

Advertisement

”Misalkan saya sendiri, saya perlu jadi teknisi listrik, ikut orang lain untuk dapat penghasilan tambahan. Istri saya punya penghasilan pun belum bisa sepenuhnya mencukupi kebutuhan sehari-hari,” kata Iqbal.

Menurut Iqbal, kalaupun ada penambahan upah, nilainya tidak signifikan setiap tahun. Misalnya pada tahun ini upah yang didapatkan pekerja kontrak senilai Rp2.047.500/bulan, tahun depan mereka paling hanya mendapatkan upah Rp2.060.000/bulan.

Iqbal menyampaikan UMK Wonogiri ini terlalu kecil dibandingkan kabupaten/kota lain. Padahal jenis pekerjaan dan tugas kerja yang mereka kerjakan sama. ”Pekerja di Sukoharjo itu upahnya Rp200.000 lebih besar daripada kami di sini, padahal jobdesk kami sama. Secara wilayah juga berdekatan,” ungkap Iqbal.

Penentuan UMK

Seperti Seswanto, Iqbal juga mengungkapkan status pekerja di Wonogiri masih ada sejumlah masalah. Banyak pekerja di Wonogiri yang masih berstatus karyawan kontrak padahal sudah lebih dari lima tahun bekerja di perusahaan tersebut. Para pekerja ini enggan mempertanyakan status itu kepada perusahaan karena takut diberhentikan.

Mediator Hubungan Industrial Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Disnakerperin Wonogiri, Muslih, mengatakan formula penentuan penghitungan UMK sudah ditentukan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak bisa membuat formula penghitungan sendiri.

Meski begitu, ada indikator-indikator dalam penghitungan itu yang disesuaikan dengan kondisi daerah, misalnya inflasi di tingkat daerah. Ihwa status status karyawan kontrak, lanjut dia, Peraturan Pemerintah No 35/2021 sudah mengatur batas maksimal karyawan berstatus karyawan konteks adalah lima tahun.

Setelah itu, perusahaan wajib mengangkat status pekerja sebagai karyawan tetap atau tidak memperpanjang kontrak tetapi harus memberikan kompensasi.

“Kompensasi yang diberikan sebanyak satu kali upah apabila kontraknya setiap setahun, dua kali upah jika kontraknya dua tahun, dan seterusnya. Perusahaan juga wajib memberikan kompensasi setiap perpanjang kontrak karyawan,” jelas Muslih.

Dia menambahkan Disnakerperin Wonogiri sangat terbuka bagi pekerja di Wonogiri. Mereka bisa melaporkan apabila merasa dirugikan dengan perusahaan karena hak mereka tidak terpenuhi. Dinas akan menangani permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif