News
Jumat, 15 April 2011 - 13:48 WIB

Seniman Borobudur ritual "Siraman Jiwa Loro Blonyo"

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sumber ilustrasi foto: jogjawalking.co.cc

Sumber ilustrasi foto: jogjawalking.co.cc

Advertisement

Borobudur (Solopos.com)- Kalangan seniman kawasan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), melakukan ritual kontemporer “Siraman Jiwa Loro Blonyo”.

Ritual itu sebagai salah satu rangkaian kegiatan pengembangan kepariwisataan kawasan bertajuk “Borobudur Bangkit Bersama”, Jumat-Minggu (15-17/4/2011).

Advertisement

Ritual itu sebagai salah satu rangkaian kegiatan pengembangan kepariwisataan kawasan bertajuk “Borobudur Bangkit Bersama”, Jumat-Minggu (15-17/4/2011).

Mereka yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) pimpinan Umar Chusaeni bersama pengurus Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Kabupaten Magelang itu, ritual di depan Pondok Tingal, sekitar 500 meter timur Candi Borobudur, di Magelang, Jumat (15/4/2011).

Sepasang patung raksasa “Loro Blonyo” yang dibuat Sujono, seniman Sanggar Saujana Merbabu, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, terpajang di depan Pondok Tingal.

Advertisement

Sujono mengenakan selempang kain batik diiringi seniman KSBI berpakaian motif lurik dan penutup kepala “iket” berjalan dari halaman pondok itu menuju pintu masuk tempat tersebut.

Seorang di antara mereka memayungi Sujono dan seorang lain menaburkan bunga.

Tabuhan beberapa perangkat gamelan seperti gender, demung, dan saron mengiring prosesi itu. Para pengurus Iwapi setempat yang mengenakan pakaian adat Jawa, kebaya, berdiri di depan sepasang patung itu.

Advertisement

Tumpeng lengkap antara lain sayuran, nasi berbentuk gunungan, lauk pauk, sayuran, dan “pincuk” terpajang di atas papan dari rangkaian bambu “lincak”, melengkapi properti ritual tersebut.

Sujono membuka dua lembar kain yang menutup patung raksasa karyanya itu, kemudian duduk bersila di depannya.

Sejumlah pengurus Iwapi setempat secara bergantian menyiramkan air dari bokor berwarna kuning keemasan ke tubuh pematung dan karyanya loro blonyo raksasa yang dibuat sejak Januari 2011, pascaletusan Gunung Merapi.

Advertisement

Patung yang dalam tradisi Jawa sebagai lambang kemakmuran dan keharmonisan hidup berkeluarga itu, rencananya dikirab sekitar seribu seniman berasal dari berbagai grup kesenian tradisional di Kabupaten Magelang pada Minggu (17/4/2011) menuju kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB).

“Siraman ini simbol pembersihan jiwa, tanda telah rampung pembuatannya dan siap dikirab. Semua yang terlibat dalam kegiatan selama tiga hari ini memiliki niat baik untuk pengembangan kepariwisataan Candi Borobudur pascaletusan Merapi,” papar Sujono.

Patung yang berupa sepasang pengantin, laki-laki dengan perempuan, dalam posisi duduk menggunakan pakaian adat Jawa itu dibuat dari berbagai jenis pohon yang mati akibat letusan Gunung Merapi akhir Oktober hingga pertengahan November 2010.

Tinggi patung pengantin laki-laki tiga meter dan lebar 125 centimeter, sedangkan tinggi patung perempuan 2,6 meter dan lebar 110 centimeter.

“Dalam tradisi perkawinan Jawa juga ada prosesi siraman sebelum ijab kabul,” imbuhnya.

Ketua Iwapi Kabupaten Magelang, Dewi Setya Sri Kuncoro, menyampaikan, pihaknya bekerja sama antara lain dengan KSBI, Dinas Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pemkab Magelang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan PT TWCB menggelar rangkaian “Borobudur Bangkit Bersama”.

Kegiatan di Candi Borobudur dan kawasannya itu antara lain bazar produk UMKM, kirab budaya, lomba mewarnai gambar, jalan santai wisata, dialog budaya, pentas berbagai kesenian tradisional dan modern, performa seni, dan penyerahan bantuan untuk korban banjir lahar Gunung Merapi.

“Ini bagian upaya kami untuk terlibat membangkitkan kepariwisataan Candi Borobudur,” lanjutnya.

(Antara/nad)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif