Kolom Jogja
Jumat, 23 Desember 2011 - 10:45 WIB

Wa ulil amri minkum

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ciri orang bertakwa adalah taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, serta juga kepada pemimpin dari golongan mereka (ulil amri minkum). Pemimpin yang dipercaya oleh kaum beriman untuk mengantarkankan seluruh rakyat menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Pemimpin disebut juga sebagai waliyyul amri. Maka, sebuah kota punya seorang walikota, adalah merujuk perannya sebagai waliyyul amri tersebut.

 Bagi Yogyakarta, konsep kepemimpinan sudah sedemikian rupa dirumuskan oleh para ulama terdahulu. Yogyakarta adalah pewaris Kerajaan Mataram sehingga karakter seorang pemimpin adalah seorang Senopati ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Karakter itu ada pada gelar seorang Sultan, dengan maksud agar diteladani oleh para pemimpin umat di bawahnya. Bahkan oleh seluruh kawula alit Ngayogyakarta (Mataram), karena Kanjeng Nabi Muhammad Saw telah bersabda bahwa setiap diri adalah seorang pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.

Advertisement

 Arti dari Senopati ing Ngalaga adalah panglima perang. Maknanya adalah seorang pemimpin, terlebih seorang yang dikenakan sebutan sebagai wali, harus mampu memerangi ego diri dan menjadi teladan dalam program jihadun nafsi. Wajib menghancurkan hawa nafsu angkara diri sendiri hingga terolah batinnya serta selalu tersentuh untuk lebih mengutamakan orang lain, yakni rakyat atau umatnya.

Jihad seorang waliyyul amri dalam menafikan egonya, otomatis akan memunculkan semangat cinta kasih kepada sesama. Ini yang dalam serat Wedhatama digambarkan bahwa Panembahan Senopati selalu membuat Karyenak Tyasing Sasami atau mengenakkan hati dan memberi manfaat bagi sesama. Peduli untuk berbagi, terutama kepada fakir miskin dan anak yatim.

Advertisement

Jihad seorang waliyyul amri dalam menafikan egonya, otomatis akan memunculkan semangat cinta kasih kepada sesama. Ini yang dalam serat Wedhatama digambarkan bahwa Panembahan Senopati selalu membuat Karyenak Tyasing Sasami atau mengenakkan hati dan memberi manfaat bagi sesama. Peduli untuk berbagi, terutama kepada fakir miskin dan anak yatim.

Sang wali pun menjadi Ngabdurrahman, atau hamba Allah Yang Maha Rahman. Sifat rahmaniah Allah mengalir dalam dirinya dalam bentuk sistem kepemimpinan yang menyantuni rakyat. Tempat curahan hati masyarakat karena sifat kedermawanan dan kesabarannya dalam melayani.

Segala totalitas kepedulian itu mengantarkannya menjadi seorang top service leader atau sayyidin (pemimpin).Yakni karakter seorang hamba yang paling bisa melayani orang (nguwongke uwong) dibanding siapa pun di tengah masyarakatnya. Termasuk mampu menempatkan orang yang tepat dalam sistem pelayanan yang ia pimpin demi menata kehidupan lahir batin kaumnya secara luas.

Advertisement

Tak pelak seorang pemimpin ummat wajib dekat dengan para tokoh agama yang mukhlis. Ia harus selalu berkonsultasi kepada para kyai, pastur, pendeta, bhiksu dan pandhita yang ikhlas mengabdi hanya kepada Dzat Yang Maha Satu. Merekalah para sarjana kang martapi atau cendekiawan yang zuhud fiddunya wa raghiban fil akhirah (tidak terikat hati pada dunia dan justru selalu rindu akhirat).

 Kedekatan umara kepada ulama inilah teladan warisan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Sultan HB I) yang melahirkan karakter dan jiwa satria pinandhita. Seorang ahli tata kehidupan sosial yang kalbunya senantiasa bersemayam di langit dzikrullah. Kaki menginjak bumi, hati terbang ke langit Ilahi. Dialah yang layak oleh Tuhan menjadi wakil-Nya di muka bumi, yakni seorang khalifatullah ingkang jumeneng.

Yogyakarta telah memiliki akar yang jelas dalam visi misi eksistensinya sejak the founding father Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I. Sehingga sejatinya mudah saja bagi para pemimpin Yogyakarta ini untuk melanjutkan pengabdiannya dalam rel yang benar, yakni dengan banyak refleksi, berkonsultasi dan berziarah kepada ruh serta kesadaran langit para leluhur, khususnya Sultan HB I. Ini bisa dimaknai secara metaforis atau pun tidak. Sebab Allah Swt berfirman, ”Janganlah kamu mengira orang yang mati di jalan Allah itu mati, tetapi bahkan mereka itu hidup dan mendapatkan rizki di sisi Allah”.

Advertisement

Semoga Walikota Jogja adalah selalu man ahabba anyuhsyara ma’al awliya’ washolihin. Yakni seseorang yang cinta untuk berkumpul dengan para wali (kekasih Allah) dan orang-orang yang saleh. Terimakasih Pak Herry Zudianto, selamat memimpin dan mengabdi Pak Haryadi Suyuti. Antarkan kami menjadi orang yang zuhud hingga semakin suyut sujud dumateng Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Wallahu a’alam bishowab.

Oleh : Wibie Maharddika

Pengasuh Komunitas Ashabul Cafe

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : Pemimpipn Sultan Ulama Wali
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif