News
Selasa, 22 November 2011 - 19:34 WIB

Pemerintahan militer Mesir dikecam, disebut lebih buruk dari era Mubarak

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Cedera

CEDERA -- Seorang pengunjuk rasa yang cedera dievakuasi di sebuah jalan yang berhubungan dengan Tahrir Square di Kairo, Mesir, Selasa (22/11/2011). (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

Kairo (Solopos.com) – Aksi unjuk rasa dan bentrokan di Kairo, Mesir terus terjadi pada Selasa (22/11/2011). Di tengah kekacauan tersebut, Amnesti Internasional juga menuduh pemerintahan sementara Mesir yang dikuasai militer, yaitu Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) melakukan tindakan brutal yang lebih buruk ketimbang era Presiden Hosni Mubarak.
Advertisement

Bentrokan terjadi di kawasan Tahrir Square, yang sejak Jumat lalu sudah menjadi pusat aksi unjuk rasa menentang pemerintahan militer. Hingga kini sudah 36 orang tewas dan lebih dari 1.250 orang cedera akibat bentrokan massa melawan aparat keamanan. Spanduk-spanduk yang dibentangkan pengunjuk rasa di antaranya berbunyi “Selamatkan Mesir dari Maling dan Militer” dan “Penyerahan Kekuasaan kepada Sipil adalah Aspirasi Seluruh Rakyat Mesir.”

Kelompok muda pengunjuk rasa juga menyerukan lebih banyak orang untuk ikut bergabung untuk menambah tekanan bagi pemerintah militer agar segera mengalihkan kekuasaan kepada sipil, bukan menuruti jadwal yang mereka tetapkan sendiri yaitu akhir 2012 atau awal 2013. “Datanglah ke Tahrir, besok kita akan gulingkan Sang Marsekal,” seru para pengunjuk rasa, merujuk pada Marsekal Mohamed Hussein Tantawi, panglima militer yang kini berkuasa.

Sebenarnya selama ini rakyat Mesir relatif menghormati militer dan memuji peran mereka ikut menyingkirkan rezim Hosni Mubarak 11 Februari lalu. Namun kini situasi makin berbalik, apalagi setelah terlihat bahwa pihak militer berupaya menjadikan kekuasaan mereka di atas kekuasaan sipil. Sejak Mubarak jatuh, Mesir terjerumus ke dalam kekacauan politik yang diwarnai bentrokan antarkelompok, aksi demo buruh, sabotase infrastruktur dan sebagainya. Merosot tajamnya jumlah kunjungan wisatawan akibat semua kekacauan itu membuat perekonomian Mesir makin menderita.

Advertisement

Amnesti Internasional dalam pernyataannya hari ini juga mengecam keras pemerintahan militer, yang mereka sebut hanya memberikan janji kosong untuk memperbaiki kondisi HAM. Pengadilan militer justru telah mengadili ribuan warga sipil, sementara hukum darurat juga terus diperpanjang. Banyak aksi penyiksaan di penjara militer dilaporkan, demikian pula laporan bahwa tentara menggunakan para preman bayaran untuk menyerang para pengunjuk rasa.

“SCAF telah melanjutkan tradisi kekuasaan represif yang sebenarnya pada 25 Januari lalu dengan susah payah berhasil digulingkan oleh para pengunjuk rasa,” ujar pejabat sementara direkutr Amnesti Internasional untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.

bas/Rtr

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif