Soloraya
Kamis, 29 September 2011 - 16:40 WIB

Dampak kekeringan, persediaan pangan warga menipis

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan Wonogiri (JIBI/Solopos/Dok)

Ilustrasi (dok.Solopos). KEKERINGAN-Seorang petani di Blimbing, Wuryorejo, Wonogiri, memotong padi yang semestinya belum dipanen. Hal itu karena musim kemarau mengancam tanaman padi. Foto diambil beberapa waktu lalu.

Wonogiri (Solopos.com)-Persediaan pangan warga di wilayah selatan Wonogiri belakangan semakin menipis. Lahan pertanian sama sekali tak bisa ditanami. Akibatnya, banyak petani yang memilih pergi merantau dan beralih profesi sementara menjadi buruh bangunan.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Espos, di Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, sebagian warga kini sudah mulai kehabisan stok pangan. Tanaman singkong terakhir yang mereka tanam beberapa bulan lalu gagal panen. Akibatnya, kini mereka hanya bisa mengandalkan bantuan beras untuk rakyat miskin (Raskin).

“Biasanya kalau musim kemarau, warga menyiapkan stok pangan baik itu beras atau pun singkong yang dibuat gaplek. Saat ini, dengan musim kemarau yang berkepanjangan, stok itu sudah mulai menipis, bahkan baru-baru ini ada warga yang melapor sudah kehabisan gaplek dan tak punya beras. Jadi sekarang, selain harus beli air, warga juga harus memikirkan biaya untuk beli makanan,” ungkap Kepala Desa Gendayakan, Sriyanto, saat dihubungi Espos, Kamis (29/9/2011).

Berdasarkan pengalaman, kata Sriyanto, kerawanan pangan akan terjadi pada awal musim hujan nanti. Sebab, saat itu stok pangan sudah habis sementara lahan belum menghasilkan. Tak heran jika itu membuat warga kemudian memilih untuk pergi ke luar daerah dan melakukan pekerjaan apa saja. Ada yang menjadi buruh bangunan atau buruh tani di daerah lain.

Advertisement

Kondisi yang hampir sama terjadi di Desa Ketos, Paranggupito. Kepala desa tersebut, Sutardi mengungkapkan sudah menjadi kebiasaan para petani di wilayah itu setiap musim kemarau beralih profesi menjadi buruh. Jumlahnya mencapai seratusan orang.

“Bagi petani di sini kalau musim kemarau kan sudah tidak ada yang bisa dilakukan. Ya mereka akhirnya pergi merantau. Nanti kalau musim hujan mereka pulang lagi untuk bercocok tanam,” kata Sutardi.

Di Pracimantoro kondisinya juga sama saja. Para petani di beberapa desa di kecamatan ini juga banyak yang beralih profesi menjadi buruh.

Advertisement

Kepala Desa Gebangharjo, Suyanto, kepada wartawan, Rabu (28/9/2011) mengaku mendapat banyak surat permohonan boro dari warganya. “Biasanya mereka yang mau pergi ke Jakarta yang meminta surat boro. Kemarin ada sekitar lima orang yang mengajukan. Itu belum termasuk mereka yang pergi ke daerah tetangga seperti Yogyakarta, Solo dan sebagainya yang tidak perlu surat boro,” kata Suyanto.

Suyanto mengatakan hal itu dilakukan warga karena sudah tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan di desa. Lahan pertanian tak bisa ditanami, ternak juga tak bisa diandalkan karena kesulitan mencari pakan.

(shs)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif