Sawah tadah hujan tidak selamanya tak bisa ditanami saat musim kemarau saat ini. Namun, dengan upaya yang dilakukan justru bisa memberikan hasil yang optimal. Hal itulah yang dilakukan Kamti, 35, warga Dukuh Brajan, Desa Sindon, Ngemplak, Boyolali, ini.
Dirinya menyulap sebagian petak sawahnya untuk ditanami tanaman kangkung. Karena keterbatasan lahan, ia pun memilih memanfaatkan sekitar 250 m2 dari 2.500 m2 luas lahan sawah miliknya untuk ditanami kangkung.
Untuk air, Kamti mengaku mengambil air dengan cara menyedot menggunakan pompa air dari sungai yang tak jauh dari sawahnya.
Usaha ini pun membuahkan hasil. Tiap hari, dirinya bisa memanen kangkung sekitar 100 ikat. Hasilnya, ia jual ke bakul di Pasar Mangu dan pasar di Solo dengan harga Rp 300/ikat.
“Hasilnya memang lumayan untuk membeli kebutuhan sehari-hari,” ujarnya di ladangnya, Jumat (16/9).
Dalam memanen, jelas Kamti, dirinya menggunakan ani-ani atau alat pemotong padi. Setelah memeroleh hasilnya, ia baru mengikat kangkung dengan tali dari daun pisang yang kering.
“Kangkung saya jual seusai Salat Subuh,” tandas dia.
Hal itu rutin dilakukan, karena bakul-bakul yang membeli kangkung miliknya harus menjual lagi di Pasar Kartasura maupun beberapa pasar tradisional di Solo.
Menurut Kamti, tidak banyak tetangganya yang memanfaatkan lahan kering untuk bertanam sayur. Mereka, jelas Kamti, memilih membiarkan kering atau bera sambil menunggu musim penghujan.
(Oleh: Ahmad Mufid Aryono)