Soloraya
Sabtu, 10 September 2011 - 05:31 WIB

Kirimkan ijazah Untung Wiyono ke Depdagri tanpa verifikasi, pimpinan DPRD disebut bertindak sepihak

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rus Utaryono (JIBI/SOLOPOS/dok)

Sragen (Solopos.com) – Mantan Wakil Ketua Fraksi Persatuan Amanat Keadilan (FPAK) DPRD Sragen, Rus Utaryono SH mengaku pernah memberi kesaksian di depan penyidik yang menyebut bahwa pimpinan DPRD Sragen saat Pilkada 2000 telah melampaui kewenangannya. Rus menyatakan pimpinan Dewan saat itu secara sepihak mengirim berkas Syahadah atau surat keterangan pengganti ijazah dari Darul Ulum Jombang atas nama Untung Wiyono ke Depdagri tanpa melalui tim verifikasi administrasi panitia Pilkada 2000.

Rus Utaryono (JIBI/SOLOPOS/dok)

Advertisement
“Mestinya pergantian persyaratan administrasi calon bupati/wakil bupati itu melalui tim verifikasi Pilkada. Tetapi saat itu, Syahadah Darul Ulum langsung dikirim ke Depdagri dan surat itu ditandatangani Ketua DPRD Sragen, Slamet Basuki,” tegas Rus kepada Espos, Jumat (9/9/2011). Dia mengaku pernah ditunjuk sebagai juru bicara DPRD Sragen saat semua anggota Dewan menghadap Dirjen Otonomi (Otda) Daerah Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Pertemuan para wakil rakyat ke Dirjen Otda Depdagri dilakukan sebelum Untung menyerahkan Syahadah Darul Ulum.

“Untung itu mengajukan tiga ijazah SMA, yakni ijazah SMA Sembada sejak pendaftaran sampai pemilihan, disusul ijazah Uper oleh pimpinan Dewan. Karena tidak segera dilantik, maka para anggota Dewan datang ke Depdagri. Waktu di Depdagri itu, Dirjen Otda menunjukkan dua ijazah Untung yang meragukan, yakni ijazah SMA Sembada Jakarta dan ijazah
persamaan (Uper) SMA,” terangnya.

Advertisement

“Untung itu mengajukan tiga ijazah SMA, yakni ijazah SMA Sembada sejak pendaftaran sampai pemilihan, disusul ijazah Uper oleh pimpinan Dewan. Karena tidak segera dilantik, maka para anggota Dewan datang ke Depdagri. Waktu di Depdagri itu, Dirjen Otda menunjukkan dua ijazah Untung yang meragukan, yakni ijazah SMA Sembada Jakarta dan ijazah
persamaan (Uper) SMA,” terangnya.

Rus mengungkapkan Untung Wiyono pernah ditetapkan sebagai tersangka kali ketiga, yakni di Polres Jombang, Polda Jateng dan Polda Jaya. Proses hukum itu, terangnya, mandek dan baru sekarang Polda Jateng terlihat serius menangani kasus itu. “Momentum sekarang merupakan kesempatan bagi kepolisian untuk menuntaskan kasus itu. Kebenaran tentang kasus ijazah itu semoga bisa terungkap, karena korbannya sudah banyak,” tandasnya.

Mantan anggota tim verifikasi administrasi Panitia Pilkada 2000, Mahmudi Tohpati, saat dijumpai Espos, secara terpisah juga mengakui Syahadah Darul Ulum itu tidak pernah masuk ke meja tim verifikasi sebelum disahkan oleh Depdagri. Dia mengaku belum pernah mengetahui fotokopi Syahadah itu. “Saya baru mendapat fotokopi
syahadah itu dari teman setelah Pilkada 2006,” tambahnya.

Advertisement

Dia mengungkapkan sebelum Untung mengajukan Syahadah Darul Ulum, Dirjen Otda Depdagri bertemu dengan Muspida Sragen di Solo. Kalau tidak salah, lanjut dia, di Hotel Agas Manahan. Yang hadir siapa saja, Mahmudi tidak hafal satu per satu. Mahmudi menyatakan kesiapannya bila dimintai keterangan sebagai saksi di Polda Jateng. Mahmudi pernah diperiksa Polda Jateng kali kedua dan pernah pula diperiksa Polwil Surakarta dan Polres Sragen. Pada pemeriksaan di Polda Jateng kali pertama, Mahmudi mengatakan tidak mengetahui ijazah SMA Sembada. “Saya mengatakan tidak tahu itu dalam kontek ijazah SMA itu dilegalisasi atau tidak. Pendapat saya saat itu bahwa fotokopi ijazah itu dalam kondisi dilegalisasi tapi difotokopi lagi,” tambahnya.

Mahmudi tidak mengaku itu disebabkan adanya intimidasi terhadap keselamatan jiwa dirinya. “Ada kata-kata begini, dilantik atau tidaknya Untung Wiyono itu tergantung pada Mahmudi. Saya merasa keselamatan jiwa saya menjadi terancam,” ujarnya. Saat ditanyakan kemungkinan tim sembilan jadi tersangka, Mahmudi menyatakan kemungkinan itu sulit karena tim sembilan kewenangannya hanya di wilayah administrasi. Dalam proses pergantian Syahadah Darul Ulum itu, kata dia, ada pihak ketiga yang mencarikan.

“Dulu bukti-bukti asli proses Pilkada 2000 itu ada semua di DPRD. Tapi sekarang sudah tidak ada. Saya tidak tahu siapa yang menghilangkannya. Barang bukti yang disita Polda pun berupa fotokopi bukan dokumen stempel basah. Saya tahu itu karena penyidik Polda pernah menunjukkan saat saya dimintai keterangan,” paparnya.

Advertisement

Sementara, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sragen, Agus Riewanto, kembali menegaskan pernyataannya berkaitan dengan ijazah itu dalam konteks Pilkada 2006, bukan Pilkada 2000. KPUD Sragen, terangnya, terbentuk pada 2003. Dengan demikian, lanjutnya, KPUD tidak tahu menahu tentang Pilkada 2000.

“Kewenangan KPUD pada Pilkada 2006 hanya melakukan verifikasi administrasi berdasarkan peraturan yang ada. KPUD tidak memiliki wewenang untuk menginvestigasi berkas persyaratan administrasi Balon. Termasuk mencari informasi dibalik persyaratan administrasi Balon juga bukan ranah KPUD,” ujar Agus yang kini menjadi ketua KPU Sragen. “Persoalan itu ranahnya penegak hukum, bukan KPUD. Hasil verifikasi atas berkas dari Untung Wiyono sah semua dan ada bukti surat pengesahan dari instansi yang bersangkutan,” tegas Agus.

trh

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif