Soloraya
Jumat, 29 Juli 2011 - 22:39 WIB

Kasus meninggalnya pasien pascaoperasi, IDI Klaten nilai RSUP sudah jalankan prosedur

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Klaten (Solopos.com) – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Klaten telah mengadakan klarifikasi dengan tim dokter RSUP dr Soeradji Tirtonegoro yang menangani operasi hernia atas Ragil Pangestu, 6, yang meninggal beberapa saat setelah operasi, Kamis (14/7/2011) lalu.

Tim dokter dari rumah sakit itu datang ke kantor IDI Cabang Klaten pada Rabu (26/7/2011) lalu dan bertemu dengan jajaran pengurus IDI Klaten. “Saya sudah datang ke Rumah Sakit Tegalyoso, kemudian tim medis yang menangani operasi Ragil kami undang ke IDI untuk menerangkan proses operasi terhadap Ragil,” papar Ketua IDI Cabang Klaten, Limawan, saat dihubungi Espos, Jumat (29/7/2011). Setelah mendapat keterangan tim medis, papar Limawan, IDI langsung melakukan audit dengan mencocokkan antara prosedur operasional standar (POS) dengan tindakan yang dilakukan tim medis.
Dari pencocokan tersebut, imbuh Limawan, tim medis yang menangani operasi hernia terhadap Ragil sudah sesuai menjalankan semua langkah sesuai POS. “Kasus kematian Ragil seusai operasi hernia bisa disebut sebagai kasus tidak diharapkan (KTD). Alergi akibat analgesik atau obat pengurang rasa sakit itu sulit untuk ditebak,” jelasnya.

Advertisement

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten, Ronny Roekminto, setelah mendengar dugaan malapraktik itu langsung menghubungi pihak RSUP dr Soeradji Tirtonegoro untuk mendengarkan penjelasan. Menurut Ronni, POS dan protokol sudah dijalankan pihak RS dengan benar dan sesuai ketentuan. “Saya kira operasinya sudah sesuai dengan prosedur dan protokol. Meskipun operasinya berjalan lancar, ada keterbatasan di luar prosedur yang bisa muncul secara tiba-tiba dan tentu saja tidak diinginkan oleh semua tim medis atau dokter,” jelas Ronni.

Mengenai kematian Ragil akibat alergi obat analgesik, Ronni menerangkan hal disebut sebagai shock anafilaktik atau ketidakmampuan tubuh menerima obat atau apa pun yang dimasukan dalam tubuhnya. “Kasus alergi analgesik itu sulit diduga dan sangat jarang terjadi dibandingkan dengan alergi antibiotik,” paparnya. Ronni mengatakan jika pemberian obat analgesik dilakukan sebelum pasien sadar, itu karena berdasar keterangan dokter pasien sangat butuh pengurang rasa sakit. “Jika terjadi alergi, itu di luar kuasa tim medis. Yang terpenting pihak RS sudah menangani pasien yang terkena alergi tersebut, dan RS Tegalyoso menyatakan telah menjalankannya,” terang Ronny yang juga menjabat sebagai penasihat IDI Klaten.

m98

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif