Soloraya
Jumat, 22 Juli 2011 - 11:20 WIB

Petani Krakitan desak Perhutani realisasikan jatah 25%

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hutan Lindung (Foto: Muhammad Khamdi)

Hutan Lindung (Foto: Muhammad Khamdi)

Klaten (Solopos.com)–Sebanyak 50 petani hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, menuntut jatah 25% dari penghasilan pengelolaan hutan di kawasan Rakitan.

Advertisement

Jatah 25% itu adalah bagi hasil atas pemeliharaan hutan lindung milik Perhutani Unit I Jawa Tengah Kesatuan Pemangkuan Surakarta.

Ketua LMDH Desa Krakitan, Wiratno, saat ditemui wartawan, Rabu (20/7/2011), mengatakan bagi hasil 25% dari hasil panen hutan sejak 2001 belum diberikan oleh pihak Perhutani.

Advertisement

Ketua LMDH Desa Krakitan, Wiratno, saat ditemui wartawan, Rabu (20/7/2011), mengatakan bagi hasil 25% dari hasil panen hutan sejak 2001 belum diberikan oleh pihak Perhutani.

“Sampai kini kami belum mendapat jatah bagi hasil yang disepakati petani dengan pihak Perhutani. Saat panen pohon pada Maret lalu, petani di desa ini tidak diberi tahu,” ujarnya.

Tuntutan petani setempat, papar Wiratno, berdasarkan surat perjanjian antara Perhutani dan petani. Dalam surat tersebut tertulis petani akan mendapatkan 25% dari seluruh hasil penebangan pohon saat panen tiba.

Advertisement

Jatah 25% dari hasil panen, menurut Wiratno, sebagai pengganti biaya perawatan oleh petani. Pihak Perhutani, imbuhnya, beralasan tidak diberikannya upah tersebut lantaran masa berlaku surat perjanjian sudah habis.

”Kami heran, surat perjanjian seharusnya tidak ada batas masa berlakunya. Kalau ada batasnya, mengapa pihak Perhutani masih menanam pohon di desa ini?” terangnya.
Wiratno menjelaskan petani di Desa Krakitan yang tergabung dalam LMDH sebanyak 110 orang. Mereka mengandalkan hidup dari bercocok tanam di area hutan lindung seluas 200 hektare.

”Di samping merawat pohon milik Perhutani, petani juga menggarap lahan untuk bertanam jagung, ketela, pisang dan sebagainya,” terangnya.

Advertisement

Perawatan hutan lindung yang dilakukan petani, papar Sekretaris LMDH, Agus Susanto, dimulai sejak bibit ditanam hingga siap panen. Pohon-pohon yang ditanam antara lain gamelina, mahoni dan jati. Kini, sekitar 50-an petani merasa dirugikan semenjak Perhutani memanen pohon di empat petak berseri 91, 92, 93, dan 94.
”Selain tidak mendapat upah, petani juga rugi akibat tanaman mereka rusak tertimpa pohon-pohon besar yang ditebang,” ujarnya.

Ketika Espos mengubungi nomor telepon seluler Mantri Perhutani Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Kecamatan Cawas, Kamsidi, nomor tersebut sudah tidak aktif.

(m98)

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif