Soloraya
Sabtu, 16 Juli 2011 - 07:07 WIB

BPPI dukung Pemkot Solo, sesalkan sudah hancurnya bangunan Saripetojo

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Badan Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI) melihat kondisi bekas bangunan Pabrik Es Saripetojo di Purwosari, Solo, Jumat (15/7). BPPI sebagai wadah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pelestarian puasaka bangsa menyatakan bahwa berdasar UU 11.2010 Pasal 33, Walikota berwenang mengeluarkan penetapan status cagar budaya setelah menerima rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya.

Solo (Solopos.com) – Pembongkaran bangunan bekas Pabrik Es Saripetojo Purwosari Solo mendapat sorotan dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI). BPPI menyesalkan langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng yang membongkar bangunan tersebut.

PEMERIKSAAN BANGUNAN -- Anggota Badan Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI) melihat kondisi bekas bangunan Pabrik Es Saripetojo di Purwosari, Solo, Jumat (15/7/2011). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Advertisement
Tim BPPI pun meninjau kondisi bangunan Saripetojo, Jumat (15/7/2011). Pantauan Espos, tinjauan BPPI ke lokasi Saripetojo didampingi beberapa pejabat Pemkot Solo yakni Kepala Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo, Ahyani, dan Kabag Hukum dan HAM Setda Kota Solo, Untara. Sebelumnya, mereka bertemu dengan Walikota Solo, Joko Widodo di Loji Gandrung. Selain itu, sejumlah aktivis Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) ikut pula meninjau.

BPPI meninjau secara keseluruhan kawasan Saripetojo, antara lain melihat beberapa tembok bangunan pabrik yang telah berlubang lantaran dijebol. Sebagian besar atap bangunan telah hilang, menyisakan kerangka dari besi. Bahkan, bangunan menara air yang menjadi bagian terpenting telah rata dengan tanah. Di dalam bangunan utama terdapat beberapa bak air berukuran besar. Bak tersebut digunakan untuk mencetak es batu. Beberapa pipa besi berukuran besar masih terpasang.
Tim juga sempat meninjau bangunan kantor berupa rumah bergaya Eropa di samping pabrik. Bangunan itu masih utuh meskipun terlihat tidak terawat. Kolam taman yang berada di bagian belakang rumah terisi dengan air warna hijau pekat karena lumut.

Direktur Eksekutif BPPI, Catrini Pratihari Kubontubuh, menilai kasus pembongkaran Saripetojo merupakan kasus yang sangat serius. ”Ini merupakan kasus pertama dan menjadi ujian pertama untuk UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya,” ujar Catrini.
Catrini menyesalkan kebijakan Pemprov Jateng selaku pemilik lahan yang membongkar bangunan itu. Sebab menurut dia, berdasarkan penelitian Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng, Saripetojo telah dinyatakan sebagai tinggalan purbakala dan telah terdaftar di BP3 Jateng dengan nomor inventarisasi 11-72/Ska/TB/64. ”Sudah jelas bangunan ini tercatat sebagai inventarisasi cagar budaya sejak tahun 1964.”

Advertisement

Lembaga yang merupakan anggota International National Trust Organization (INTO) tersebut menyatakan dukungannya terhadap Pemkot Solo yang berjuang menyelamatkan Saripetojo. Pihaknya mencermati Pasal 33 UU Cagar Budaya yang menyatakan bupati/walikota berwenang mengeluarkan penetapan status cagar budaya setelah rekomendasi diterima dari tim ahli cagar budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai cagar budaya.

Anggota Dewan Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Arya Abieta, menyarankan pengurus IAI Jawa Tengah melacak arsitek yang terlibat dalam rencana pembangunan mal di lahan Saripetojo. Diakui Arya, dari sisi arsitektur, tidak salah apabila ada pihak yang menilai bangunan bekas pabrik es itu tidak layak sebagai BCB lantaran pernah terbakar dan dibangun kembali.Namun dari sisi nilai sejarah, Saripetojo sudah layak ditetapkan sebagai BCB. Menurutnya, bangunan Saripetojo menyimpan sejarah yang cukup penting bagi perkembangan pengetahuan arsitektur, terutama arsitektur industri.

sry

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif