News
Sabtu, 4 Juni 2011 - 09:20 WIB

Bayi Hydrocephalus 'ditelantarkan' Dinkes

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Banyuwangi (Solopos.com)–Sungguh malang nasib Diah Putri Ayu Lestari, warga Dusun Kutorejo, Desa Kalipahit, Kecamatan Tegaldelimo, Banyuwangi ini. Kepala bayi usia 1,5 tahun anak dari pasangan suami istri Suroso ,35, dan Sukati ,31, itu kondisinya tidak normal seperti kebanyakan balita lainnya. Kepalanya membengkak seperti balita yang terserang Hydrocephalus. Atau penyakit berlebihan cairan di dalam otak.

Kondisinya kian hari semakin memprihatinkan. Dalam hitungan hari kepala anak sulung Soroso tersebut semakin membengkak. Saat ini, kira-kira seukuran bola sepak. Ironisnya, kondisi tersebut tak tersentuh pengobatan medis akibat terbentur kondisi perekonomian orang tuanya. Lebih parah lagi, meski pihak Puskesmas setempat mengetahui kondisi balita malang tersebut, namun hingga saat ini belum ada bantuan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi.

Advertisement

“Tiap satu bulan sekali saya bawa ke Posyandu,  ditimbang berat badannya,” jelas Sukati, ibu kandung Dia Putri, sembari menitikan air mata, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (4/6/2011).

Sukati bercerita, saat lahir dengan bantuan bidan desa, kondisi kesehatan anaknya sehat dan normal. Bahkan saat itu, berat badan anaknya mencapai 4 Kg. Hanya saja, ada goresan memanjang mirip goresan kuku orang dewasa. Letaknya persis di tengah batang hidung sebelah kanan. Sebulan setelah anaknya lahir, goresan tersebut diketahui semakin menonjol dan seperti berisi cairan.

Menginjak anaknya usia tiga bulan, tonjolan tersebut bertambah besar. Karena khawatir akan terjadi sesuatu hal, Sukati mengajak Suroso, suaminya, untuk membawa anak semata wayangnya tersebut ke Rumah Sakit Al-Rohmah, Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi.

Advertisement

Disana, anaknya ditangani oleh dokter spesialis anak. Namun mereka lupa siapa namanya. Sang dokter saat itu menjelaskan, bahwa benjolan dihidung anaknya tidak berbahaya. Sebab itu, sang dokter hanya memberi vitamin saja. “Saya minta obat katanya tidak ada,” kata Suroso, sambil menatap anaknya yang sedang menangis.

Belum lagi terjawab apa sebenarnya benjolan dihidung anaknya tersebut, Suroso dan Suketi dikejutkan dengan perubahan dari kepala anaknya. Hari demi hari, perubahan itu semakin terlihat. Kepala anak mereka semakin besar. Seiring dengan itu, benjolan di hidung anaknya juga ikut membesar. Berat badan Diah juga turut naik secara drastis. Bila balita seusianya memiliki berat badan antara 9-10 kg, namun berat badan Diah bisa mencapai 12 Kg.

Orang tua bayi malang tersebut hanya bisa pasrah dengan kondisi anaknya. Meski sebenarnya memiliki keinginan untuk membawa anaknya ke rumah sakit. Namun niatan itu lagi-lagi terbentur oleh biaya. Penghasilannya sebagai buruh serabutan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Menunggu bantuan dari pemerintah, Suroso mengaku tidak tahu bagaimana caranya mendapatkannya, meski sebenarnya pihak terkait sudah mengetahui itu.

Advertisement

“Saya mohon bantuannya mas, tolong sampaikan sama pak bupati tentang kesehatan anak saya,” harap Suroso sembari berkaca-kaca, mencoba untuk tegar.

Selama sakit, Diah hanya dirawat di rumah orang tuanya. Tergolek di kasur kusam yang ditaruh di ruang tamu rumah. Sesekali balita tak berdosa ini menangis kesakitan. Pernah Suroso mencoba mengobati anaknya dengan satu paket obat herbal. Seingatnya, harga obat herbal itu Rp 1,4 juta. Satu paket obat tersebut habis setelah dua bulan diminum anaknya.

Kini, sudah satu bulan Diah tidak terasupi obat. Kondisi kesehatannya mulai lemah. Adakah pihak yang peduli dengan kondisi Diah, yang masih memiliki harapan untuk melanjutkan masa depannya kelak.

(detik.com/tiw)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif