Pilkada
Kamis, 2 Juni 2011 - 17:19 WIB

Sengketa Pilkada Salatiga memasuki babak akhir

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Salatiga (Solopos.com) – Sidang sengketa Pilkada Salatiga mulai memasuki babak akhir. Senin (6/6) mendatang, masing-masing pihak, baik dari kubu Diah Sunarsasi-M Teddy Sulistio (Dihati) selaku pemohon, KPU selaku termohon, dan kubu Yuliyanto-Muh Haris (Yaris) selaku pihak terkait akan menyampaikan kesimpulan dalam sidang lanjutan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK).

Ini menyusul telah diperiksanya semua saksi yang dihadirkan baik oleh semua kubu. Menurut kuasa hukum Dihati, Ign Suroso Kuncoro SH, pihaknya telah menghadirkan 33 saksi. Sedangkan dari KPU 15 saksi dan Yaris 13 saksi. Sidang kali terakhir digelar Selasa (31/5) lalu, dan sempat diwarnai sedikit kericuhan.

Advertisement

Menurut Kuncoro, majelis hakim yang dipimpin Ketua MK, Mahfud MD, sempat mengusir tiga saksi Dihati. Ketiganya adalah Joko Kendil, Pardiyono dan David. ”Ketiganya melakukan bantahan dalam sidang, lantaran kesaksian dari Yaris berbohong,” jelas pria yang akrab disapa Ucok ini, saat dihubungi via telepon, Rabu (1/6).

Sementara satu dari 15 saksi KPU, yakni KH Iskandar, menurut Ucok, keterangannya ditolak MK lantaran dianggap bukan saksi yang mengetahui secara langsung dan tak terlibat. Saksi lain yang dihadirkan KPU kebanyakan adalah anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).

”Sedangkan saksi dari pihak terkait juga ada yang ditolak, yakni Yafet YW Rissi (Pembantu Rektor III UKSW Salatiga-red) karena tidak dalam kapasitasnya dan pendeta Yusuf Sunari, mengaku dari BKGS (Badan Kerjasama Gereja Salatiga) padahal pendeta dari luar Salatiga,” jelas Ucok.

Advertisement

Ia menambahkan, sebenarnya pihaknya juga telah siap menghadirkan saksi seorang anak di bawah umur yang diberi hak mencoblos dan diberi uang oleh tim sukses Yaris untuk mencoblos jago mereka. Namun oleh majelis hakim kesaksian Kristian, 14, bocah itu, dianggap tidak perlu dan hanya surat pernyataannya saja yang digunakan.

Hal lain yang terungkap dalam persidangan, sambung dia, adanya salah penafsiran dari pihak KPU menyangkut daftar pemilih tetap (DPT). Ada yurisprudensi MK yang menyatakan bahwa pemilih yang memiliki KTP setempat diperbolehkan mencoblos meski tidak mendapat surat undangan maupun surat pemilih, sepanjang ia mencoblos saat Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilu Gubernur. ”Namun oleh KPU tidak diperbolehkan mencoblos, karena mereka tidak tahu (yurisprudensi MK itu). Begitu juga Panwas,” tukas Ucok. ”Dari awal menang kalah bagi kami adalah biasa, yang penting adalah pembelajaran agar ke depan bisa lebih baik,” tuturnya.

Sementara anggota KPU dari Divisi Hubungan Antarlembaga dan Pengawasan Kampanye, Husodo Wiyatmo, mengatakan saksi yang ia hadirkan hanya untuk menanggapi soal perselisihan hasil perhitungan suara dan persoalan DPT. Sedangkan untuk money politics, menurut dia, bukan kewenangan pihaknya.

Advertisement

”Kemungkinan masih akan ada dua kali sidang lagi. Pertama sidang untuk menyampaikan kesimpulan, kemudian sidang berikutnya kemungkinan akan ada putusan dari MK,” jelas Husodo.

kha

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif