Kolom
Rabu, 4 Mei 2011 - 17:19 WIB

Kemewahan yang melenakan

Redaksi Solopos.com  /  Mulyanto Utomo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Suwarmin

Dunia takjub. Terkagum-kagum oleh pernikahan agung antara Pangeran William, sang pewaris takhta Kerajaan Inggris, dengan si cantik Chaterine “Kate” Middleton. Miliaran orang menyaksikan detik-detik pernikahan itu melalui televisi, jutaan orang mengelu-elukan pasangan ini di sepanjang rute prosesi upacara di pusat Kota London, lebih dari 10.000 jurnalis dari seluruh penjuru dunia datang meliput dan 50.000 orang terserap untuk mengerjakan berbagi bidang yang berkaitan dengan pesta ini.

Advertisement

Di Indonesia, pernikahan yang disebut-sebut sebagai yang termegah sepanjang abad ini disiarkan langsung sebuah stasiun televisi. Berita dan foto-foto pernikahan dibicarakan jejaring media sosial. Media massa cetak baik nasional maupun lokal, seolah sepakat memasang foto mempelai sebagai sajian utama, bahkan untuk waktu beberapa hari.

Malah, beberapa teman iseng mengirim pesan melalui media pengantar pesan berisi <I>serat sedhahan<I> alias surat undangan dalam bahasa Jawa tentang pernikahan agung itu.

Advertisement

Malah, beberapa teman iseng mengirim pesan melalui media pengantar pesan berisi <I>serat sedhahan<I> alias surat undangan dalam bahasa Jawa tentang pernikahan agung itu.

Orang memang mudah jatuh cinta kepada kemewahan. Bahkan meski sekadar melihatnya, meski sekadar membicarakannya, meski kemewahan itu sama sekali tak berkaitan sama sekali dengan kehidupan orang itu. Kawan yang pintar psikologi mengatakan membicarakan kemewahan itu seperti melarikan diri dari kenyataan, dari kejenuhan, dari keterpurukan atau dari rutinitas yang membunuh. Seperti tamasya sejenak dari keruwetan situasi atau dari kemiskinan.

Sedikit berlebihan? Mungkin saja. Tapi penjelasan gampangnya bisa dilihat dari kenyataan banyak penonton televisi yang menyukai tayangan sinetron yang mengumbar kemewahan. Meski tak sedikit pula yang membencinya, atau pura-pura membencinya. Sebagian orang yang lain membicarakan dan menggunjingkan kemewahan untuk mengolok-olok diri sendiri.

Advertisement

Pernikahan William dan Kate memang pantas menjadi salah satu puncak kemewahan itu, karena dihelat oleh salah satu monarki atau pusat kerajaan terpenting di dunia. Inggris dengan segala atribut kebudayaannya, sudah lama “menjajah” dunia. Raja dan ratu Inggris, secara otomatis, suka atau tidak suka, <I>dipundhi-pundhi<I> oleh banyak masyarakat dunia, terutama negara-negara persemakmuran (<I>Commonwealth of Nations<I>), suatu ikatan yang secara suka rela melibatkan negara-negara berdaulat yang didirikan atau pernah dijajah Inggris.

<B>Isu penghibur<B>
Bagi negara-negara Eropa, pernikahan mempelai Inggris Raya itu menjadi isu penghibur atas situasi ekonomi di banyak negara Benua Biru yang kurang menggembirakan. Bagi negara-negara Asia atau Afrika, pernikahan itu seperti tontonan dari negeri dongeng. Sang pangeran dan istrinya menaiki kereta kencana, dihela kuda perkasa, memasuki istana yang agung dan gemerlap.

Bagi masyarakat Indonesia, tontonan pernikahan akbar itu seperti pengalihan isu, daripada membicarakan rencana pendirian gedung DPR, atau daripada <I>ngrasani<I> tingkah-polah anggota DPR yang makin tidak <I>nggenah<I>, atau daripada <I>ngudarasa<I> tentang sindikat Negara Islam Indonesia (NII) yang sebenarnya bukan isu baru, atau tentang sindikat teroris yang belakangan kembali marak dibicarakan.

Advertisement

Bagi rakyat kecil, tontonan pernikahan William-Kate mungkin saja tidak masuk hitungan. Para petani kita masih pusing menyiasati musim tanam yang semakin tidak jelas karena musim penghujan yang seolah tidak ada habisnya, hama wereng yang masih mengancam atau harga jual sapi-sapi mereka yang tak karuan. Hampir setiap hari ada berita tentang orang bunuh diri karena frustrasi menghadapi masalah yang tak ada jalan keluarnya.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal daerah pemilihan Jawa Tengah, Poppy Dharsono, beberapa waktu yang lalu, menggeleng miris ketika saya ceritakan tentang seorang wanita tua asal Wonogiri yang memilih mengakhiri hidupnya dengan <I>nyemplung<I> sumur tetangganya. Wanita nahas itu memilih mati setelah mendengar anak perempuannya ingin menikah, sementara dia sama sekali tak punya biaya pernikahan.

Mumpung lagi masa reses, para anggota DPR dan DPD yang terhormat itu, ada baiknya menyelami kehidupan rakyat yang diwakilinya. Mungkin saja mereka selama ini terlena oleh kemewahan kehidupan wakil rakyat yang serba wah dan mewah, sehingga lupa bahwa masih banyak rakyat yang hidup dalam penderitaan, masih banyak anak muda yang kebingungan mencari pekerjaan.

Advertisement

Para pejabat negara juga perlu menyelami kehidupan warganya, agar tidak tergoda perilaku korup demi kemewahan yang menipu. Sekali waktu, para pejabat negara itu, baik daerah maupun pusat, turun beranjang sana ke bawah untuk melihat dari dekat bagaimana rakyat kecil mengatur uang receh mereka untuk hidup. Sehingga saat mereka mengambil kebijakan tidak semakin menambah kesengsaraan rakyat kecil. Dan ada baiknya semua orang berhati-hati, karena semua kemewahan itu melenakan.

Suwarmin
Wartawan <I>SOLOPOS<I>

Advertisement
Kata Kunci : KOLOM WARMIN
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif