News
Kamis, 20 Januari 2011 - 02:38 WIB

Kenaikan tarif angkutan di Solo dirasa sulit

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)–Usulan kenaikan tarif bus dan angkutan kota kelas ekonomi yang diajukan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) dirasa sulit diterapkan di Kota Solo.

Pasalnya, dengan tarif yang saat ini berlaku saja, pengelola bus dan angkutan kota kesulitan menggaet penumpang. Berdasarkan data Organda Solo, hanya sekitar 40% dari total armada milik 52 perusahaan yang beroperasi setiap hari. Kendati demikian, menurut Ketua Organda Solo, Joko Suprapto jika kenaikan tetap diterapkan pihaknya akan mengikuti. “Memang kalau dilihat kenyataan di Solo itu hal yang sulit. Tapi kalau memang disetujui, ya kami akan ikuti. Sambil berharap penumpang tidak lari,” ungkap Joko, saat dihubungi Espos, Rabu (19/1).

Advertisement

Selama ini, Joko menyebut kesulitan yang dialami pihaknya lebih pada minimnya jumlah penumpang. Kemudahan dalam mendapatkan kendaraan pribadi membuat masyarakat cenderung memilih menggunakan kendaraan sendiri, dan meninggalkan bus atau angkutan kota. Akibat kondisi itu, sekitar 10% pengusaha memilih mengandangkan sebagian bus mereka. Bus-bus baru dikeluarkan ketika musim wisata atau momen-monen lain yang diperkirakan banyak penumpang. Tak hanya itu, kian sepinya peminat bus membuat sekitar 5% pengusaha kolaps dan memilih mengalihkan kepemilikan bus kepada pengusaha lain.

“Memang tidak ada laporan khusus dari pengusaha bersangkutan. Tapi kami memantau sendiri ke lapangan. Ada sekitar 5% yang mengalihkan kepemilikan bus mereka ke pengusaha lain. Saya menyadari hal itu, karena biaya pemeliharaan bus juga tidak murah. Sedangkan untuk membeli baru tidak mungkin,” papar dia.

Sementara itu, terkait tarif, Joko menjelaskan pengusaha bus kini masih menggunakan tarif lama yang berlaku sejak 2008. Tarif bus kota dan angkutan kota saat ini dipatok Rp 2.500 berdasarkan surat keputusan Walikota Solo. Sedangkan untuk bus antar kota dalam provinsi (AKDP) dan antar kota antar provinsi (AKAP) diberlakukan tarif batas atas Rp 130/kilometer (km)/penumpang dan tarif batas bawah Rp 90/km/penumpang. Dalam kenyataannya pengusaha bus jarang menggunakan tarif batas atas mengingat sepinya penumpang. Mereka memilih menerapkan tarif angkutan yang cenderung rendah untuk menggaet penumpang.

Advertisement

Salah satu pengemudi angkutan kota, Joko mengakui saat ini perkonomian bagi para pengemudi dan pengusaha bus dan angkutan kota memang dalam kondisi sulit. Sebabnya, masyarakat kini lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, teknologi komunikasi yang makin canggih juga membuat peran angkutan menjadi berkurang. “Sekarang kalau tidak penting-penting sekali, tidak perlu bertemu tinggal telepon sudah beres. Kalau saja bisa ada aturan menekan pemakaian sepeda motor dan handphone kondisi mungkin lebih baik. Kondisi begitu apa berani menaikkan tarif,” kata dia.

tsa

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif